close
Perubahan Iklim

Aksi Mitigasi Indonesia dapat Respon Positif Internasional

Pertemuan COP-19 di Warsawa Polandia | Foto: Ist

Konferensi PBB untuk Perubahan Iklim ke-19 (COP19 UNFCCC) di Warsawa, Polandia telah berakhir pada Sabtu (23/11/2013) dengan menghasilkan beberapa keputusan, termasuk kesepakatan tentang arsitektur kerangka kerja global untuk perubahan iklim pasca 2020.

Keputusan penting dalam COP19 antara lain mengenai penajaman rencana kerja menuju kesepakatan 2015, the Warsaw Framework for REDD+, the Warsaw International Mechanism for Loss and Damage, keputusan mengenai mekanisme pendanaan di bawah UNFCCC, dan panduan umum MRV untuk yang mendukung aksi mitigasi di negara-negara berkembang (National Appropriate Mitigation Actions / NAMAs)

Dalam rangkaian perundingan COP19 Warsawa, Indonesia melalui Kementerian Perhubungan berhasil mendapatkan bantuan pendanaan internasional untuk sistem transportasi massal yang ramah lingkungan. Proposal Kemhub untuk pelaksanaan sistem transportasi kota yang berkelanjutan sebagai bentuk penurunan emisi gas rumah kaca Indonesia (Sustainable Urban Transport Initiative – Nationally Appropriate Mitigation Action / SUTRI NAMA) telah disetujui untuk mendapatkan pendanaan di bawah NAMAs Facility dari Pemerintah Inggris dan Pemerintah Jerman.

Proposal SUTRI NAMA ini disetujui untuk didanai bersama dengan tiga proposal NAMAs lainnya dari Chile, Kosta Rika dan Kolombia yang dipilih dari 43 proposal NAMAs yang diajukan. Dari sektor transportasi, Indonesia bersama dengan Kolombia menjadi negara pertama yang mendapat dukungan dari dunia internasional untuk kegiatan transportasi. Proyek SUTRI NAMA mendapatkan bantuan pendanaan sebesar 17 juta Euro dari total 70 juta Euro yang dikumpulkan NAMAs Facility untuk empat proposal yang terpilih tersebut.

Ketua Delegasi RI, Rachmat Witoelar yang juga Utusan Khusus Presiden untuk Pengendalian Perubahan Iklim mengatakan diraihnya bantuan pendanaan untuk SUTRI NAMA menjadi bukti bahwa aksi mitigasi perubahan iklim Indonesia mendapat apresiasi positif dari dunia internasional.

Hal tersebut juga menunjukkan bahwa program aksi mitigasi seperti misalnya terangkum dalam Rencana Aksi Nasional untuk Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca (RAN GRK) sudah dalam arah yang benar sebagai bentuk komitmen Indonesia untuk ikut serta dalam penanganan dampak perubahan iklim dan penurunan emisi GRK global.

Komitmen Indonesia

Terdapat perkembangan mengejutkan pada perundingan COP19, yaitu melemahnya komitmen penanganan perubahan iklim dari negara maju, terutama dari Jepang dan Australia.

Seperti diketahui, Pemerintah Jepang secara resmi mengumumkan perubahan komitmen penurunan emisi dari semula 25% dari emisi tahun 1990 menjadi 3,8% dari emisi tahun 2005 atau setara 3,1% dari emisi tahun 1990. Sedangkan Pemerintah Australia telah menghapus berbagai kebijakan perubahan iklim mereka seperti Climate Change Authority, Clean Energy Finance Company dan Domestic Carbon Pricing Scheme.

Melihat hal tersebut, Rachmat Witoelar yang juga Ketua Harian Dewan Nasional Perubahan Iklim (DNPI) menyatakan Indonesia tetap mempertahankan komitmen sukarela penurunan emisi GRK sebesar 26 % dengan upaya sendiri dan 41% dengan bantuan pendanaan internasional. Apalagi upaya dari sektor kehutanan telah menunjukan pencegahan emisi GRK yang signifikan.

Rachmat Witoelar mengajak negara berkembang dan terutama negara maju untuk turut serta menangani perubahan iklim dengan berkomitmen menurunkan emisi GRK. “Sekarang waktunya bagi dunia untuk menunjukkan ambisinya dan bertindak lebih nyata,” katanya.

Sekjen PBB Ban Ki-Moon sendiri mendorong seluruh Kepala Negara dan Kepala Pemerintahan memberikan dan bahkan meningkatkan komitmen untuk penanganan perubahan iklim, mengingat urgensi akibat buruk dari berbagai dampak perubahan iklim, dengan menggelar UN Climate Summit yang dilaksanakan sehari sebelum Sidang Umum PBB, yaitu pada 23 September 2014.

Negara-negara Pihak UNFCCC telah menyepakati bahwa pada COP21, pada akhir tahun 2015 di Paris, Perancis, akan diadopsi suatu protokol, instrumen legal atau keputusan yang memiliki kekuatan hukum mengikat (legally binding) dan melibatkan semua negara Pihak (applicable to all parties) sebagai basis kerangka kerja global baru untuk penanganan masalah perubahan iklim pasca 2020. Draft kesepakatan pasca 2020 tersebut disepakati akan dirumuskan pada COP20 di Lima, Peru pada 2014, untuk selanjutnya diadopsi pada akhir 2015 dalam COP21 di Paris, Perancis.

Sedangkan dari COP19 Warsawa, telah diputuskan tahap-tahap persiapan menjelang COP21, antara lain upaya setiap negara di dalam negeri masing-masing untuk menyiapkan kontribusi mereka yang akan menjadi bagian dari komitmen global pasca 2020, yang ditetapkan sendiri (nationally determined contribution) dan tanpa pretensi atas sifat hukum dari kontribusi tersebut (without prejudging the legal nature of the contributions).

“Berbagai keputusan COP19 memberikan dasar yang kuat untuk pembahasan yang lebih mendalam di tahun mendatang dalam rangka merumuskan elemen-elemen kesepakatan 2015,” kata Rachmat Witoelar.

Indonesia mengharapkan semua keputusan COP19 tersebut akan ditindaklanjuti dengan peningkatan komitmen negara-negara dalam upaya pengendalian perubahan iklim, khususnya komitmen penurunan emisi pra-2020 oleh negara-negara maju.

Indonesia Pavilion
Selain berjuang melalui proses perundingan, Indonesia juga mengadakan Indonesia Pavilion dengan tujuan untuk menampilkan kemajuan dan inovasi program perubahan iklim dan investasi hijau di lingkup nasional dan subnasional serta kerjasama internasional. Sekitar 1000 peserta dari berbagai pihak dan delegasi negara lain datang mengikuti 16 sesi seminar yang diselenggarakan oleh beberapa Kementerian dan Lembaga serta organisasi internasional dengan narasumber dari dalam dan luar negeri, baik dari pemerintah maupun sektor swasta. Delri juga menampilkan budaya Indonesia melalui cinderamata berupa tas dan dompet yang bermotif batik, yang sangat disukai oleh peserta seminar.

Kegiatan Indonesia Pavilion dan Booth Indonesia dilaksanakan untuk mendukung upaya perundingan formal, meningkatkan kekuatan soft diplomacy dan menunjukan komitmen Indonesia terhadap proses multilateral.[rel]

Tags : COPUKP4warsawa

Leave a Response