close

gajah

Flora Fauna

Mau Dibawa Kemana Gajah Sumatera?

Menarawang Pulau Sumatera 30 tahun kedepan seperti apa,  masihkah berhutan? Atau yang ada hanya bayangan suram yang melemahkan niat  kita untuk konservasi, semua hutannya sudah hilang seperti terjadi di Pulau Jawa.
Menganalisa secara sederhana, jika hutan Sumatera musnah  maka  gajah Sumatera dapat dijadikan simbol mandulnya pengelolaan hutan. Gajah sebagai mahluk hidup bergantung pada hutan.

Saat ini gajah Sumatera dapat dianggap sebagai wakil terbaik dari struktur keanekaragaman hayati hutan hujan tropis yang berkualitas tinggi.

Usaha konservasi gajah yang tepat guna belum menemui titik terang. Usaha tersebut harusnya dapat menjadi contoh terbaik pengelolaan hingga bisa menjadi andalan bagi formula konservasi dan berdampak pada  pengelolaan hutannya.

Analisa lain dari pengelolaan hutan Sumatera dapat dilihat berbagai aspek, seperti sosial dan  politik. Faktor kebijakan adalah salah satu penyebab deforestrasi dan rendahnya kemauan politik (political will) untuk usaha konservasi, ditambah lagi dengan kentalnya sistem desentralisasi. Kekuasaan daerah begitu kuat dalam pengelolaan sumber daya alam dan isinya. Jangan berharap banyak pada kesuksesan jangka panjang dalam mengelola kawasan konservasi  di Pulau ini.

Walau ada panduan pembangunan di setiap daerah  melalui Rencana Tata Ruang Wilayah Wilayah/Kabupaten (RTRWP/RTRWK), akan tetapi kebijakan RTRWP /RTRWK sangat  mudah diotak atik di tingkat lapangan. Apalagi Provinsi yang belum menyelesaikan rencana tata ruang Provinsi maupun Kabupaten, daerah ini  sangat mudah dieksploitasi sumber daya alamnya.

Pengelolaan hutan Sumatera terkait erat dengan politik dan ekonomi wilayah, ujung – ujungnya berimbas pada Gajah Sumatera. Secara tak langsung gajah dikonfrontasi dengan masyarakat sekitar hutan, konflik lahan terjadi  antara perkebunan dan masyarakat. Ini mungkin akibat iklim  politik yang tidak sehat, lahan dihutan begitu mudah diakses. Banyak kejadian dan kasus – kasus  gajah yang  muncul karena hutan rusak dan gajah akan berkonflik dengan manusia disekitar lintasannya.  Kejadian ini terus berulang tanpa ada solusi jangka panjang.

Kirab Gajah Sumatera
Pengelolaan gajah Sumatera memang berat, baik dari segi sumber daya dan pendanaan hingga pengusahaan lahan untuk proteksi dan relokasi. Model pengelolaan  Pusat Konservasi Gajah Sumatera di Pusat Konservasi Gajah (PKG) terkadang menjadi beban daerah dan pusat. Tapi formula konservasi harus terus diupayakan untuk pelestarian gajah Sumatera.

Salah satu solusinya adalah di setiap provinsi di Sumatera yang masih ada gajahnya,  membentuk Kawasan Khusus Konservasi Gajah (Elephant Sanctuary) dengan menyediakan lahan seluas  20.000  hektar.  Jika perlu lahan ini  dipagari dan dijaga ketat pihak pengelola di pintu akses ke kawasan lainnya melalui skema koridor.

Kedua, membuat koridor hutan sebagai lintasan gajah. Koridor dapat dibuat dengan panjang ribuan km,  membentang dari Lampung hingga Aceh dan lebar koridor berkisar 3 hingga 5 km  tergantung situasi daerah. Koridor adalah hutan yang berfungsi sebagai penghubung hutan dan hutan lainnya.

Koridor lintasan gajah ini harus dapat dikoneksikan dengan cek point kawasan khusus gajah (elephant sanctuary) seluas  20 ribu hektar, menjadikan wilayah ini sebagai zona inti gajah Sumatera. Pengkoneksian ini dengan sistem koridor ini bisa dibagi dalam tiga zonasi. Dimulai dari Zona Selatan Pulau Sumatera, antara Lampung, Palembang dan Bengkulu menghubungkan ke Zona Sumatera Tengah  antara  Riau, Jambi dan Sumatera Barat dan Zona Utara Sumut – Aceh. Upaya ini dapat juga diaplikasi  hingga di tingkat kabupaten.

Konsep Elephant Sanctuary  dan koridor ini ibaratnya seperti jalan raya bebas hambatan atau  jalan lintas Sumatera bagi gajah. Jika ini terlaksana dapat disebut dengan Kirab Gajah Sumatera, dimana pada zaman dahulu diceritakan Gajah Sumatera melintas memutar mengiringi hutan dari Lampung hingga Aceh,  berotasi selama ratusan tahun.

Untuk pihak pengelola dapat dilaksanakan oleh pemerintah dan lembaga konservasi,  bahkan dunia usaha dapat berinvestasi di sektor ini. Zona khusus ini  jadikan ini sebagai kekuatan politik lokal dan nasional sebagai kebijakan daerah untuk investasi konservasi jangka panjang. Bayangkan saja, jika ini terjadi dapat menjadi investasi asset wisata seluruh Provinsi di Sumatera, jika perlu zona ini dibuat Perda dan Peraturan Nasional sebagai asset wisata ekologi.

Mungkin kirab Gajah Sumatera dari Aceh ke Lampung akan dilihat ratusan ribu turis menjadi atraksi menarik apalagi jika setiap daerah menyediakan fasiltas dan paket wisata khusus untuk kegiatan ekowisata berbasis gajah liar. Ini bisa menjadi solusi jangka panjang dan berbasis bisnis konservasi. Upaya ini dapat diperkuat beriringan dengan kebijakan seperti Perpres tentang Tata  Ruang Sumatera No 13 Tahun 12 tentang Rencana Tata Ruang Sumatera dan upaya perbaikan hutan dengan skema restorasi habitat.

Bandingkan dengan investasi oleh perkebunan sawit dan Hutan Tanaman Industri (HTI) yang membuka lahan yang  luas ribuan hektar, kenapa usaha konservasi gajah tidak meniru usaha perkebunan sawit dengan membeli lahan yang luas? Perusahaan sawit dan HTI menjaga assetnya dengan  manajemen yang baik, juga sebaliknya usaha konservasi harus menjaga asset biodiversitasnya dengan baik pula.

Kembali menerawang Pulau Sumatera 30 tahun ke depan, apa yang terjadi dengan adanya konsep kawasan  khusus gajah. Mungkin masih  terdapat tempat khusus untuk melihat satwa besar gajah Sumatera dan sisa hutannya. Gajah Sumatera belum punah dan tidak mudah punah tapi dikelola dengan manajemen yang baik atau semua ini mustahil dilakukan karena kita menyerah dengan keadaan. Investasi pengusaha perkebunan sawit dan HTI semakin melemahkan niat konservasi dalam menjaga rimba Sumatera. Mau dibawa kemana Gajah Sumatera? []

read more
Flora Fauna

Harimau Mangsa Hewan Ternak Teror Warga Aceh

Warga Kota Jantho, Kabupaten Aceh Besar, Aceh, akhir-akhir ini resah dengan harimau Sumatera (pantera tigris sumatrae). Puluhan ternak diduga telah dimangsa si raja rimba yang belakangan sering masuk ke permukiman itu.

Mereka meminta Balai Konservasi dan Sumber Daya Alam (BKSDA) Aceh Besar segera turun untuk mengatasi persoalan ini. Jika tidak, amukan harimau dikhawatirkan bukan hanya mengancam hewan peliharaan, tapi juga manusia.

Seorang peternak, Mahdi Ismail, mengatakan, dalam sepekan terakhir sudah 24 ternak warga Gampong Bueng, Kecamatan Kota Jantho, dimangsa. “Warga bisa mengambil sikap membunuh harimau itu kalau tidak ada pilihan lain. Kami tidak ingin itu terjadi,” kata pemilik Jantho Livestock, sebuah usaha peternakan kambing terbesar di Aceh itu, Senin (3/2/2014).

Ia menambahkan, amukan harimau sebenarnya sudah terjadi sejak akhir tahun lalu. Puluhan ekor kambing hasil usahanya ludes dimangsa. Belakangan ini, harimau sering berkeliaran di lokasi peternakan yang berada di kawasan pegunungan Jantho. Ada warga yang melihat induk harimau berjalan dengan anaknya yang masih kecil pada sore dan malam hari.

Beberapa waktu lalu, pihaknya pernah memasang kamera pengintai (trep) milik Fauna Flora Internasional (FFI) untuk mendeteksi posisi dan kondisi harimau, namun tidak terlacak. Namun penjaga usaha peternakan menemukan jejak kaki yang diyakini milik anak dan induk harimau.

Amukan harimau ini diperkirakan sebagai sebuah siklus, di mana dalam setahun harimau betina dua kali meninggalkan sarangnya untuk menghindari ancaman harimau jantan. Harimau betina membawa anaknya itu kemana pun dia pergi.

Gangguan harimau diperkirakan terus terjadi hingga akhir bulan ini, setelah anaknya itu benar-benar sudah kuat dan mampu berburu. “Sebenarnya induk harimau ingin lindungi anaknya dari jantan, nah kebutulan di kawasan sini mulai banyak hewan ternak,” kata Mahdi.

Selain melaporkan ke BKSDA, Mahdi mengaku pihaknya juga sudah menyampaikan masalah ini ke lembaga-lembaga konservasi harimau dengan harapan segela ada solusi konkret. Butuh pagar antiharimau untuk mengamankan ternak di sana dari ancaman si belang.[]

Sumber: okezone

read more
Flora Fauna

Polisi Aceh Tenggara Sita Gading Gajah dari Warga

Petugas Polres Aceh Tenggara, Aceh, menyita sepasang gading gajah berukuran 80 sentimeter dari warga Desa Bubun Alas, Kecamatan Leuser. Gading itu diambil oleh warga dari bangkai gajah yang mati akibat sengatan ranjau listrik di kebun jagung milik mereka.

Kapolres Aceh Tenggara, AKBP Trisno Riyanto, mengatakan, berdasarkan penyelidikan bersama petugas Balai Konservasi Sumber Daya Alam, sepasang gading tersebut bukan hasil perburuan.

“Kejadian ini bukan karena adanya perburuan, melainkan ketidaksengajaan. Gajah terperangkap di ladang warga,” ujar Kapolres Aceh Tenggara, AKBP Trisno Riyanto di Aceh Tenggara, Kamis (30/1/2014).

Warga memasang ranjau listrik di perkebunan karena kawanan babi hutan sering merusak tanaman. Mereka tak menyangka seekor gajah masuk ke wilayah pemukiman warga. Setelah mengambil gadingnya,  bangkai gajah  langsung dikubur di sekitar lokasi kejadian.

“Warga memotong gading karena khawatir disalahgunakan oleh oknum tertentu. Mereka kemudian melaporkan kejadian ke kantor polisi,” terangnya.

Sumber: TGJ/okezone

read more
Flora Fauna

China Musnahkan 6,2 Ton Gading Gajah

Dalam sebuah upacara di Dongguan pekan lalu, pemerintah China memusnahkan 6,2 ton gading gajah dan perhiasan berbahan gading gajah. Gading-gading tersebut diperkirakan milik sekitar 700 ekor gajah yang dibantai pemburu.

Meski terlihat banyak, namun ini tidak seberapa dibandingkan dengan sekitar 22 ribu ekor gajah yang mati dibunuh per tahunnya di Afrika. Dan lebih dari separuhnya berakhir di pasaran China.

Langkah pembumihangusan gading sitaan merupakan tanggapan pemerintah China terhadap desakan dunia internasional pada mereka untuk memberantas perdagangan ilegal.

Menurut Tom Milliken, perwakilan dari TRAFFIC International, lembaga pemantau jaringan perdagangan tanaman atau satwa liar, tahun lalu 8 penyelundup asal China telah ditangkap. Dan pemusnahan gading gajah pekan ini mendapatkan sorotan besar dari masyarakat negeri itu.

“Gading gajah yang dihancurkan termasuk di antaranya adalah pahatan dan ornamen khas China, rosari Buddha, dan bola-bola Canton,” kata Milliken. “Langkah ini akan memberi dampak besar pada negeri yang pemerintahnya tengah membentuk opini publik,” sebutnya.

Dan langkah ini dianggap penting. China memiliki permintaan yang sangat besar terhadap produk-produk ukuran berbasis gading, karena merupakan simbol kemewahan yang tengah populer di kalangan kelas menengah. Akhirnya, perburuan gajah Afrika kini mencapai angka tertinggi dalam 20 tahun terakhir.

Menurut TRAFFIC, populasi gajah Afrika sendiri saat ini kemungkinan di bawah angka minimum tahun 1989 yakni 600 ribu ekor. Dan 3 persen populasi tersebut hilang tiap tahunnya.

Sumber: NGI/newscientist.com

read more
Flora Fauna

Harimau Sumatera Melawan Punah (Bagian Terakhir)

Menurut peneliti Harimau Sumatera Sunarto (Tiger Need Cover, 2012), dalam kondisi tertentu harimau dapat menggunakan kawasan hutan tanaman akasia, perkebunan sawit, dan perkebunan karet sebagai wilayah jelajahnya. Namun harimau memerlukan terjaganya keutuhan hutan yang cukup luas.  Dalam kondisi yang telah terfragmentasi, habitat dan populasi harimau mungkin dapat dipulihkan dengan membangun keterhubungan antar blok hutan yang terpisah-pisah.

Dengan pengelolaan khusus, sebagian kawasan hutan tanaman dan perkebunan bisa dioptimalkan sebagai habitat tambahan, jalur lintasan, maupun ‘batu loncatan’ bagi harimau sehingga meraka dapat bergerak dari satu blok hutan ke blok hutan lain. Misalnya untuk mengunjungi kerabatnya dan saling memperkaya keragaman genetika.

Bekerja untuk konservasi  harimau, pasti tahu persis bahwa harimau Sumatera tidak mungkin dapat diisolir dan melindungi harimau dari pengaruh manusia. Saat ini telah  banyak usaha  yang menyatakan bahwa penyelamatan harimau hanya bisa dicapai melalui beberapa kerjasama, baik itu pada kebijakan, penegakan hukum dan kemauan politik dsb. Itu semua  semua sangat tergantung pada masyarakat yang tinggal dekat dengan harimau, merekalah yang beresiko tinggi dan harus diyakinkan bahwa usaha penyelamatan harimau merupakan hal yang penting. Kalau tidak, harimau tidak akan dapat bertahan hidup.

Apapun teorinya, untuk menjamin masa depan harimau Sumatera, usaha konservasi harimau harus bisa diterapkan dan diterima oleh masyarakat dan relevan kontekstual. Ini memang pragmatis, menjadi pertanyaan besar bagi kita semua, bagaimana mana mau menyelamatkan harimau  jika masyarakat  disekitar kawasan miskin dan merambah hutan.

Perlu pemberdayaan bagi masyarakat ekitar dalam peningkatan ekonomi sehingga masyarakat tak terkonsentrasi ke ekstraksi hutan. Program konservasi harimau harus dipadu dengan pemberdayaan ekonomi masyarakat sekitar kawasan. Masyarakat sekitar kawasan menjadi tameng pertama dalam perlindungan harimau, jadikan masyarakat sekitar kawasan sebagai mitra strategis konservasi harimau. Masyarakat sekitar bukan jadi korban konflik harimau,  ini diharapkan  hal ini dapat menghambat laju pembunuhan harimau

Walau sebenarnya dengan menyelamatkan harimau maka kita telah menyelamatkan ekosistem Sumatera yang kompleks. Harimau akan terus bertahan ditengah dominasi manusia,  bertahan hidup dengan segala tipe habitat adalah natural. Setidaknya tidak mudah untuk membunuh seekor harimau,  dibutuhkan 4 orang atau puluhan orang bahkan sekampung untuk membunuhnya dan harimau akan selalu melawan, pada dasarnya harimau menolak untuk punah.   []

read more
Flora Fauna

Polisi Ringkus Pemilik Offset Satwa Liar yang Dilindungi

Polisi Daerah (Polda) Aceh berhasil meringkus pemilik beberapa offset (bagian tubuh hewan yang diawetkan-red) satwa liar yang dilindungi oleh Pemerintah. Penangkapan dilakukan di Kabupaten Aceh Tengah masing-masing tersangka berinisial M dan MM. Keduanya dalam proses pemeriksaan saat ini di Mapolda Aceh, Banda Aceh.

Direktur Reskrimsus Polda Aceh, Kombes Pol Joko Irwanto dalam konferensi pers, Senin (6/1/2013) mengatakan, tersangka M dan MM merupakan penampung dan juga ahli dalam membuat offset satwa liar tersebut. “Mereka itu penampung dan pembuat offset ,”kata Joko Irwanto.

Dijelaskannya, penangkapan tersangka penyimpan dan pembuat offset di dua lokasi yang berbeda, masih dalam wilayah Kabupaten Aceh Tengah. Offset satwa liar direncanakan akan diperjual belikan namun sudah terlebih dahulu tertangkap polisi.

“Rencana kita akan pancing pembelinya untuk mengusut jaringan bisnis offset satwa liar yang bila ditotalkan bernilai ratusan juta,” tegasnya.

Adapun offset yang berhasil diamankan adalah Harimau Sumatera satu ekor dan kepala Harimau Sumatera 1 buah, Macan Dahan, Beruang Madu, Kijang Muntjak, Kambing Hutan, Kucing Emas dan juga ada sejumlah gigi beruang.

“Harimau Sumatera itu bernilai Rp 80 juta dan Macan Dahan itu Rp 20 juta, jadi ada ratusan juta kalau dijual,” tambahnya.

Joko mengatakan tersangka dijerat Undang-undang Perbuatan tersebut melanggar Undang-undang Republik Indonesia nomor 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya. Mereka terancam hukuman 5 tahun penjara dan denda Rp 100 juta.

“Kita akan komit tahun 2014 ini untuk mengusut penjualan offset satwa liar, ini kasus pertama yang Polda Aceh tangani,” tegasnya.

Terkait tahun lalu adanya keterlibatan anggota TNI dalam menyimpan offset Harimau Sumatera dan sudah divonis oleh Mahkamah Militer Banda Aceh, Joko mengatakan tidak ada kaitannya. Ini murni kasus yang ditangani Polda Aceh atas informasi dari masyarakat.

“Tidak ada hubungan dengan itu,tapi kita tetap akan kembangkan kasus ini,” tutupnya.[]

read more
Ragam

Warga Aceh Barat Tewas Diinjak Gajah Dalam Gubuk

Warga Kabupaten Aceh Barat, Yusmani (59 tahun) tewas diinjak seekor gajah sumatera (elephas maximus sumatranus) di kawasan jalan lintas Desa Buloh, Kecamatan Meureubo. Tak hanya itu, anaknya, Referendi (13), saat ini tengah kritis dan mengalami patah tulang karena ikut dihempas gajah.

Kapolsek Meureubo Ipda Jhon Darwin mengatakan, gajah menyerang ayah dan anak tersebut ketika keduanya tertidur, Sabtu (4/1/2013), sekitar pukul 05.00 WIB dalam sebuah gubuk dalam lokasi perkebunan.

“Tiba-tiba gajah menyerang gubuk mereka, Yusmani bersama anaknya tidur agak di samping pintu. Sehingga dapat dengan mudah gajah menginjaknya dia terlebih dahulu,” katanya.

Kedua korban merupakan warga Desa Ujong Tanoh Darat, Meureubo. Mereka merupakan petani yang bekerja membersihkan kebun milik saudaranya Abdullah Sani, sejak Jumat (3/1/2013).

“Kedua korban dibawa ke RSUD Cut Nyak Dhien Meulaboh. Korban meninggal diotopsi dan diserahkan ke kepada keluarga,” jelasnya.

Puskesmas Pembantu Desa Bukit Jaya yang awal menangani korban menyebutkan kondisi korban Yusmani tidak dapat diselamatkan karena tewas di tempat kejadian. Sedangkan anaknya mendapat perawatan dan tertolong setelah dibawa ke RSUD Cut Nyak Dhien di Meulaboh.

“Korban meninggal badannya masih utuh, namun semuanya sudah patah-patah dan remuk. Sedangkan anaknya mengalami patah tulang di beberapa bagian tubuh. Seperti paha dan masih dapat diselamatkan,” kata petugas medis Puskesmas Pembantu Desa Bukit Jaya.

Sementara itu, Raja (34) warga Desa Pulo Teugoh, mengatakan, kawasan tersebut dulunya merupakan lintasan kawanan gajah yang telah berubah menjadi area pertambangan batu bara.

“Hutan di kawasan itu sudah gundul. Apalagi jalan lintas gajah itu sudah menjadi lintasan mobil dan truk mengangkut batu bara dan lokasinya hanya sekitar 2,5 kilometer dari pemukiman warga,” papar Raja.

Sumber: republika.co.id

read more
Flora Fauna

Induk Gajah Mati di Pusat Pelatihan Gajah

Satu dari tiga ekor gajah Sumatera (Elephas maximus sumatranus) mati setelah dievakuasi tim Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam Riau. Induk gajah berusia 20 tahun itu mati di Pusat Pelatihan Gajah Minas, Riau, Rabu malam, 1 Januari 2013.

“Benar, satu dari tiga ekor gajah mati,” kata Kepala Humas Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Riau Zanir saat dihubungi, 2 Januari 2014. “Kita tunggu hasil otopsi untuk mengetahui penyebab kematian.”

Zanir mengatakan, induk gajah tidak sadarkan diri ketika dievakuasi. Sebab, petugas telah menembakkan peluru bius. Gajah itu pun sempat pingsan selama dua hari setelah dipindahkan ke Pusat Latihan Gajah Minas.

“Biasanya gajah akan sadar setelah 15 jam pasca-ditembak bius. Tapi induk gajah ini malah tidak sadarkan diri setelah ditembak bius,” katanya.

Kini personel BBKSDA tengah melakukan otopsi untuk mengetahui penyebab kematian si induk gajah. Sempat tersiar kabar bahwa gajah mati akibat kelebihan dosis bius ketika penangkapan. Namun, anggapan ini dibantah Zainir. “Tidak benar itu. Kami sudah bekerja bertahun-tahun secara profesional menangkap gajah,” katanya.

Petugas BBKSDA menangkap ketiga gajah di Kecamatan Kepenuhan Hulu, Kabupaten Rokan Hulu, Riau, Senin, 30 Desember 2013. Ketiga gajah itu terdiri atas dua induk dan satu anak. “Penangkapan gajah itu permintaan dari Pemerintah Kabupaten Rokan Hulu, untuk melindungi populasi gajah serta mengurangi konflik gajah dan manusia.”[]

Sumber: theglobejournal.com

read more
1 2 3 4 5 6 8
Page 4 of 8