close

hutan

Perubahan Iklim

Kemarau Sebabkan Hutan Aceh Jaya Terbakar

Kemarau yang melanda kawasan Aceh Jaya dalam tiga pekan terakhir menyebabkan sedikitnya 20 hektare hutan di Gunung Keumala Desa Lhok Kruet, Kecamatan Sampoiniet, terbakar hebat, Sabtu (12/3/2016) sore. Meski berlanjut hingga Minggu kemarin, namun menjelang siang lidah api di kawasan itu berhasil dipadamkan.

“Supaya tidak membahayakan rumah penduduk, maka pada Sabtu sore itu juga langsung kita kerahkan empat unit armada pemadam kebakaran ke lokasi untuk memadamkan titik api yang berdekatan dengan rumah penduduk,” kata Kepala Badan Penanggulangan Bencana Kabupaten (BPBK) Aceh Jaya, Amren Sayuna, kepada media, Minggu (12/3/2016).

Ratusan warga Lhok Kruet sempat gundah dan ketakutan saat melihat berhektare-hektare hutan di Gunung Keumala yang satu kawasan dengan desa mereka terbakar hebat. Apalagi lidah api mengarah ke pinggir hutan, lalu merembet ke dekat rumah-rumah penduduk.

Tapi, berkat kegesitan tim armada damkar BPBK setempat, sejumlah titik api yang berdekatan dengan rumah penduduk berhasil dipadamkan langsung pada sore itu juga. Namun, bara api di kawasan hutan gambut itu tidak seluruhnya berhasil dipadamkan.

Seiring dengan itu, BPBK Aceh Jaya langsung membagi-bagikan masker kepada warga Lhok Kruet untuk mengantisipasi pengaruh buruk dari kepulan asap tebal di sekitar mereka.

Pada Minggu kemarin, menjelas siang, sudah tak terlihat lagi kobaran api, demikian pula kepulan asap yang membakar rumput pohon atau rumput kering, sebagaimana terjadi pada hari sebelumnya.

“Hutan yang terbakar di kawasan Gunung Keumala Lhok Kruet mencapai 20 hektare lebih. Kondisi ini sempat memicu kekawatiran karena lokasi kebakarannya berdekatan dengan rumah penduduk,” kata Danramil Lhok Kruet, Kapten Mulyadi.

Menurutnya, kebakaran di wilayah Aceh Jaya kini rentan terjadi karena sudah tiga minggu berlangsung musim kemarau dan kondisi hutan dalam keadaan kering. “Kebakaran di sini sangat mudah terjadi, sebab banyak rumput yang sudah kering, sehingga api terus menjalar, seperti di dalam sekam,” kata Kapten Mulyadi.

Sejauh ini, penyebab kebakaran itu belum diketahui. Apakah karena ada orang yang iseng membuang puntung rokok ke pinggir hutan atau justru karena ada warga yang sengaja membakar lahan untuk membuka kebun atau bersawah.

Sementara itu, Kepala Bidang Pencegahan dan Kesiapsiagaan Bencana pada BPBK Aceh Jaya, Fajar Diharta, mengharapkan warga setempat agar tidak melakukan pembakaran lahan karena dapat menyebabkan kebakaran hutan dan lahan lainnya.

Saat ini, menurutnya, Aceh sedang musim kemarau, sehingga perlu kehati-hatian dalam membakar lahan. “Kita berharap dalam situasi kemarau ini untuk saling menjaga, sehingga tak ada pihak yang dirugikan jika terjadi kebakaran lahan dan hutan nantinya,” harap Fajar Diharta. []

Sumber: serambinews.com

read more
Ragam

Antara Sosial, Ekonomi, dan Lingkungan

Saat aktif di sebuah lembaga lingkungan nasional, kacamata yang saya gunakan kebanyakan adalah “kacamata kuda”. Saya melihat juga sebagian teman-teman lain sesama aktivis memakai kacamata yang sama. Sekedar mengingatkan “kacamata kuda” adalah sebuah istilah yang artinya melihat sesuatu fenomena dengan satu perspektif  atau sisi saja tanpa melihat faktor-faktor lain yang sebenarnya berpengaruh terhadap fenomena tersebut. Lawan kacamata kuda adala holistik atau keseluruhan. Jadi apa maksudnya?

Sebagai aktivis lingkungan, maka hal yang lumrah jika kami melihat peristiwa dengan perspektif lingkungan pula. Jika kami melihat sebuah fenomena kerusakan lingkungan maka kajian yang dilakukan hanyalah berdasarkan sudut pandang lingkungan semata atau an sich lingkungan. Sudah paham? Kayaknya berputar-putar ya. Maksudnya seperti inilah, jika ada kerusakan hutan, maka hal ini adalah perbuatan yang salah karena dalam ilmu lingkungan hal ini bisa merusak ekosistem yang terdapat dalam hutan. Contoh lain adalah hutan adalah sebuah kawasan yang tidak boleh diganggu gugat karena dianya berperan penting dalam kehidupan. Contoh lebih sederhana lagi bisa jadi adalah kebiasaan membuang sampah sembarangan. Jika masih ada yang membuang sampah sembarangan maka hal ini sering dikaitkan dengan keberadaan tong sampah semata. Padahal sebuah peristiwa banyak terkait dengan fenomena lain.

Manusia dalam kehidupannya sehari-hari sangat terkait dengan hal-hal lain. Semuanya sangkut menyangkut, ada urutan prioritas dan terkadang tak bisa dibolak balik. Misalnya saja menyangkut perilaku manusia. Jika ingin manusia berperilaku baik maka kepada yang bersangkutan haruslah diberi pendidikan budi pekerti. Tanpa mendapat pendidikan moral maka manusia tersebut mustahil bisa mempunyai akhlak yang bagus. Jadi bukan tunggu manusia tersebut memiliki akhlak yang baik dulu maka dia mendapat pendidikan. Tapia da juga hal-hal yang bisa dibolak-balik atau bahkan tidak berurutan. Misalnya apakah seseorang harus sekolah dulu baru bisa kaya? Atau kaya dulu baru bisa sekolah? Dalam kehidupan nyata tidak mesti berurutan sepertinya.

Kembali ke persoalan lingkungan untuk menganalisis lebih jauh fenomena lingkungan. Banyak sekali program lingkungan yang diluncurkan oleh berbagai pihak. Ada program yang diluncurkan untuk perlindungan satwa, program untuk mengatasi pencemaran sampah, program untuk mereboisasi hutan, program untuk mencegah pemanasan global dan sebagainya. Program ini menghabiskan dana yang tidak sedikit, miliaran dan didukung oleh lembaga-lembaga besar.  Tapi sayangnya program ini banyak yang keberhasilannya tidak sebanding dengan besarnya dana dan waktu yang telah dihabiskan untuknya. Ketika program selesai maka selesai pula lah kegiatan pelestarian lingkungan tersebut. Perilaku manusianya kembali seperti semula seolah-olah tak pernah ada program tersebut sebelumnya.

Sebagian berasalan bahwa masyarakat sibuk dengan urusannya mencari nafkah alias menjalankan aktivitas ekonominya. Sebagian lagi berpendapat bahwa program tersebut tidak menyentuh aspek sosial kemasyarakatan. Sebagian lagi menyatakan bahwa lingkungan memang sudah rusak sehingga sangat sulit untuk memperbaiknya seperti sedia kala. Fenomena ini menimbulkan pertanyaan, mana yang lebih penting atau prioritas, ekonomi, sosial atau lingkungan?

Bagi pendukung ekonomi, maka kesejahteraan masyarakat terlebih dahulu harus ditingkatkan. Masyarakat butuh sandang, pangan dan papan. Bagaimana mereka bisa hidup tenang jika tiga kebutuhan pokok ini tidak terpenuhi? Jadi biarkan dulu masyarakat menebang hutan, menambang pasir, mengeruk gunung, menjual sawahnya dan sebagainya  demi hidup. Nanti jika sudah sejahtera maka orang-orang dengan sendirinya akan menjaga lingkungannya.

Bagi yang mengutamakan kehidupan sosial atau budaya menyebutkan bahwa budaya sangat penting dalam menegakan sendi-sendi kehidupan bermasyarakat. Hal ini sudah dilakukan nenek moyang kita selama berates-ratus tahun dan berhasil dalam melestarikan lingkungan. Budaya masyarakat yang menyatu dengan alam merupakan modal dasar yang kuat untuk melestarikan lingkungan. Budaya masyarakat dari dulu sudah mengajarkan bagaimana melestarikan lingkungan seperti larangan membuka hutan, larangan menebang pohon yang dekat dengan mata air, larangan melaut setiap hari jumat dan sebagainya. Tradisi ini memang semakin lama semakin terkikis oleh budaya global yang masuk ke setiap lapisan masyarakat Indonesia.

Sementara kelompok pegiat lingkungan mati-matian mengusung idenya untuk tetap memprioritaskan lingkungan terlebih dahulu. Jika lingkungan lestari maka kehidupan manusia dengan mudah akan menjadi sejahtera. Alam yang asri akan memberikan banyak manfaat bagi makhluk hidup sekitarnya, bukan hanya manusia semata. Air bersih, udara segar dan tanah yang subur merupakan kekayaan alam yang tak ternilai harganya bagi manusia.Tapi ide ini walau kelihatannya sangat ideal namun pelaksanaannya sangat sulit karena berkejaran dengan pembangunan ekonomi yang serakah.

Masih ada satu aliran lagi yang menyatakan bahwa tiga hal diatas harus dilaksanakan secara paralel atau bersamaan. Taka da satu sisi yang ditinggalkan alias harus komprehensif pelaksanaannya. Terlebih manusia Indonesia adalah manusia yang sangat kuat ikatan sosialnya. Namun lagi-lagi hal ini bukanlah hal yang mudah dalam penerapannya. Dalam pelaksanaannya ada keterbatasan-keterbatasan  yang menjadi tantangan yang tidak mudah diselesaikan.
Kajian mana yang lebih dahulu ekonomi, sosial atau lingkungan sampai hari ini belum tuntas. Aliran terakhir sepertinya bisa menjadi solusi dalam gerakan pelestarian lingkungan di Indonesia. Memang bukan hal yang mudah namun dengan kerja sama, koordinasi dan penggunaan teknologi yang tepat Insya Allah tantangan-tantangan di lapangan dapat diselesaikan. Taka da gading yang tak retak. Mari kita cari gading yang retaknya paling halus.[]

read more
Ragam

Indonesia Luncurkan Cetak Biru Keanekaragaman Hayati

Indonesia, rumah bagi sebagian besar kekayaan keanekaragaman hayati dunia, pada hari Kamis meluncurkan rencana aksi nasional untuk melindungi dan melestarikan penggunaan keanekaragaman hayati yang berlimpah bagi kesejahteraan 250 juta penduduknya.

Rencana AKSI dan Strategi Keanekaragaman Hayati Indonesia (Indonesian Biodiversity Strategy and Action Plan/IBSAP) 2015-2020, terlaksana berkat kerjasama antara Bappenas, LIPI, dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, dengan dukungan UNDP.

Peluncuran ini melibatkan pembicara utama dari Bappenas Dr. Ir. Imron Bulkin, Sekretaris Utama Bappenas,  Dirjen Konversi SDA dan Ekosistem Tachrir Fathoni, dan kepala LIPI Dr. Ir. Iskandar Zulkarnain. Acara ini juga dihadiri oleh Pimpinan PBB di Indonesia,  Douglas Broderick

Dr.Ir.Imron Bulkin, yang berpidato atas nama Kepala Bappenas Sofyan Djalil mengatakan, “Perlindungan Keanekaragaman Hayati erat hubungannya dengan ekonomi daerah dan tentunya pembangunan nasional.”

IBSAP menyediakan gambaran bagaimana keanekaragaman hayati ini bisa digunakan secara terus menerus untuk meningkatkan ekonomi dan kesempatan bertumbuh bagi Indonesia serta menyokong kebebasan perekonomian negara. Ini penting bagi Indonesia yang keanekaragaman hayatinya memberi keuntungan ekonomi yang signifikan, dengan total kontribusi dari keanekaragaman hayati dan ekosistem pada tahun 2012 sebesar US$ 329.9 juta. Namun bagaimanapun juga hal ini terancam dengan tingginya kemusnahan keanekaragaman hayati disebabkan oleh polusi, perubahan iklim, kebakaran hutan dan eksploitasi sumber daya alam melalui pembalakan dan perdagangan liar.

IBSAP merupakan langkah pasti bagi Indonesia menyambut Tujuan Pembangunan Berkelanjutan termasuk tujuan-tujuan hidup di daratan, laut, konsumsi yang bertanggungjawab, produksi dan perubahan iklim. UNDP saat ini bekerja di seluruh dunia untuk membantu negara-negara mencapai 17 Tujuan Pembangunan Berkelanjutan pada 2030.

IBSAP ini akan memberi Indonesia landasan yang kokoh untuk membangun pengertian tentang pentingnya melindungi keanekaragaman hayati dan keuntungan sosial, ekonomi dan lingkungan hidup[rel]

read more
Hutan

LSM Silfa Temukan Penebangan Liar di Hutan Aceh

LSM SILFA, POLHUT Dinas Kehutanan Kabupaten Aceh Utara dan POLRES Aceh Utara yang dipimpin langsung Sekretaris LSM SILFA, Hadinur Putra., SP melakukan kegiatan patroli dan pemantauan ilegal logging serta perburuan satwa liar di Kawasan Ekosistem Leuser Kecamatan Cot Girek dan Langkahan Kabupaten Aceh Utara pada hari Sabtu, (19/120). Lokasi yang menjadi target utama yaitu Dusun Bate Ulee Desa Cot Girek Kecamatan Cot Girek pada lintasan jalan CRU (Conservation Respon Unit) sampai dengan lahan HPH peninggalan bekas lahan PT. API.

Dalam kegiatan ini, LSM SILFA berjumlah 4 personil, POLHUT Dishut Aceh Utara sebanyak 8 Personil, POLRES Aceh Utara sebanyak 2 Personil dan wartawan 1 orang. Tim dikejutkan oleh aktifitas penebangan serampangan dikawasan PT. API yang tak jauh dari lokasi CRU PKG Cut Mutia yang dikawal langsung oleh POLHUT Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Aceh Utara.

Saat dikonfirmasi ke POLHUT yang terlibat dalam tim monitoring, mereka membenarkan kalau PT. API masih memegang izin Hak Pengusaha Hutan hingga 2017. PT. API meninggalkan lahannya di Cot Girek telah melaksanakan reboisasi pada blok tebang dengan tanaman adalah Sengon. Status kawasan yang dikuasai PT. API adalah kawasan Hutan Produksi (HP) sesuai dengan TGHK (Tata Guna Hutan Kesepakatan).

Karena telah lama PT. API meninggalkan lahannya, maka secara otomatis kawasan tersebut kembali kepada Pemerintah dengan status lahan menjadi HP kembali. Sementara dalam keterangan POLHUT Aceh Utara sebagian kawasan PT. API telah ditetapkan menjadi APL (Areal Penggunaan Lain) menurut Tata Ruang Kabupaten Aceh Utara. Kawasan pembalakan liar ini pelakunya sangat dekat dengan oknum aparat.

Perambahan hutan di Cot Girek Aceh Utara | Foto: LSM Silfa
Perambahan hutan di Cot Girek Aceh Utara | Foto: LSM Silfa

Pada kawasan HP pada dua titik lokasi bekas PT. API dilakukan perambahan dan penebangan kayu pada kawasan hutan APLsedang berlangsung kegiatan perambahan dan penebangan. Menurut salah seorang masyarakat berinisial AB (58 thn) yang juga turut serta bersama tim mengatakan bahwa aktifitas tersebut dilakukan oleh para penebang yang bekerja kepada Alamsyah yang menurut penuturan nya memiliki izin land clearing untuk melakukan pemanfaatan hutan dan penebangan kayu.

Dilokasi ini tim juga melihat kegiatan pengangkutan yaitu satu unit dump truck dengan Nopol BK 9095 NA Jenis Cold Diesel 6 Roda yang telah penuh muatanya dengan log kayu batang Sengon yang status kepemilikan pengangkutan kayu tersebut milik Alamsyah. Namun menurut pantauan tim patroli ada beberapa kejanggalan yang terjadi dilapangan yaitu melihat satu unit transport jenis traktor merek Jounder warna Merah dan satu unit Buldozer D-6.

Penuturan masyarakat bahwa setiap harinya ada terdapat beberapa unit yaitu 3 – 4 unit dump truck untuk melakukan pengangkutan kayu. Begitu pula halnya dengan aktifitas pengangkutan kayu yang alat transportasinya menggunakan sepeda motor. Aktifitas mereka dikendalikan pada satu bangunan yang berdiri dalam areal yang menjadi titik kumpul dan beraktifitas kelompok Alamsyah.

Kejanggalan yang terjadi yaitu adanya pembocoran informasi oleh segelintir orang tentang pelaksanaan kegiatan patroli ini. Instansi yang selalu kita koordinasikan dalam setiap gerakan monitoring adalah Dishut Aceh Utara dan Polres Aceh Utara. Adanya pembocoran informasi patroli juga dapat diperkuat dari hasil monitoring yang dilakukan oleh anggota SILFA pada tanggal 24 November dan 13 Desember 2015 dilokasi pelaksanaan patroli tersebut.

Hasil dari kegiatan monitoring ini, beberapa rekomendasi penting yang menjadi catatan kami yang bersumber dari Komandan Polhut Dishut Aceh Utara, mengharapkan agar pemerintah segera membuat papan nama dan papan peringatan kawasan hutan dan tapal batas kawasan hutan. Hal ini penting menurut Kasat POLHUT DISHUT Aceh Utara Yusnadi agar penegakan hukum berjalan.

Sementara Dewan Penasehat LSM SILFA Hafri Husaini mengharapkan pemerintah menaati Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Aceh Utara yang sudah diajukan dan ditetapkan agar semua pihak dapat melakukan pemantauan yang terarah. Pemerintah dapat membuat qanun perlindungan kawasan hutan pada daerah hulu DAS serta Qanun Perlindungan satwa Liar khususnya Gajah.[rel]

read more
Hutan

UNDP Luncurkan Indeks Tata Kelola Hutan Indonesia

Program Pembangunan Perserikatan Bangsa – Bangsa (UNDP) dan Pemerintah Indonesia pada hari Kamis (21/5/2015) meluncurkan  Indeks Tatakelola Kehutanan yang secara komperhensif menganalisa kekuatan dan kelemahan tatakelola hutan di negeri ini.

Sebagai Negara yang memiliki area hutan hujan tropis terbesar ketiga di dunia, Indonesia memainkan peranan penting dalam agenda perubahan iklim global. Pemerintahan Presiden Joko Widodo menempatkan tatakelola kehutanan sebagai salah satu prioritasnya dan dengan semakin meningkat dan pentingnya tata kelola ini maka dibutuhkan pula suatu analisis dan penilaian yang berkala.

Laporan tatakelola kehutanan UNDP mengandung rekomendasi kebijakan yang mendetailkan bagaimana memperkuat akuntabilitas dan penyertaan tatakelola kehutanan, yang dipertimbangkan sebagai kunci mencapai hasil yang berkelanjutan untuk perlindungan hutan dan lahan gambut. Memperkuat pengelolaan akan sumber daya alam telah tercantum dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2015-2019 dan Negara telah berkomitmen untuk menurunkan secara drastis emisi gas rumah kaca sebanyak 26%.

Direktur UNDP Indonesia Beate Trankmann menyampaikan, “Memperbaiki tata kelola hutan Indonesia dan memperkuat mekanisme penegakan hukum di seluruh tingkatan merupakan hal yang sangat vital dalam memperkuat perlindungan hutan dan konservasi. Tujuan dari dirumuskannya Indeks Tata Kelola Hutan Indonesia2014 ini adalah untuk meningkatkan pemahaman kita akan kekuatan dan kelemahan tata kelola hutan di Indonesia”.

Laporan ini mencakup 12 Provinsi Indonesia beserta dua Kabupaten dari tiap – tiap Provinsi, dimana lebih  dari separuh hutan Indonesia berada. Menggunakan skala dari satu sampai 100, hasil laporan menunjukkan angka 36,yang menunjukkan penguatan tatakelola diperlukan. Laporan tahun 2012 juga menemukan hal yang sama, termasuk menunjukkan sebagian besar kerusakan hutan nasional berhubungan dengan perencanaan tata ruang yang lemah, masalah kepemilikan lahan, penegakan hukum yang lemah, serta kurangnya transparansi dalam pengeluaran perizinan penggunaan hutan.

Terdapat pula beberapa kemajuan, terutama dalam usaha – usaha untuk memberikan perlindungan hukum bagi hutan adat, perlindungan terhadap hak – hak masyarakat adat, dan restrukturisasi proses perizinan di beberapa daerah. Temuan  tersebut menunjukkan arah yang tepat kedalam peningkatan manajemen kehutanan dan lahan gambut.

Kajian Indeks Tata Kelola Hutan juga didukung oleh Un-REDD Global Programmed an FAO .[rel]

read more
Tajuk Lingkungan

Arti Hutan

Apa arti hutan bagi kamu ? Dalam kesibukan menjalani kehidupan sehari-hari banyak manusia yang tidak menyadari apa artinya hutan. Selama ini kita hanya tahu terima beres saja, kalaupun tidak beres maka sumpah serapah akan ditujukan kepada pihak yang bertanggung jawab. Misalnya anda hanya ingin tahu air di rumah mengalir dengan lancar sehingga kita bisa mau ngapain saja. Mau cuci sepeda motorkah, mau siram tanaman kah atau mandi berjam-jam sambil bernyanyi. Ataupun anda rindu sekali sama udara bersih sehingga rela menghabiskan duit berjuta-juta untuk liburan bersama keluarga ke villa mewah yang menjamur di pegunungan. Tapi sadarkah kita bahwa untuk mendapatkan air bersih dan udara bersih, apa saja yang mesti dilakukan?

Waktu kita kecil, hutan sering diasosiakan sebagai sumber hal-hal menakutkan sehingga kita pun berjarak dari rimbunan pohon. Awas jangan main ke hutan ada ular ! Jangan main ke semak-semak nanti digigit biawak ! Jangan duduk-duduk di bawah pohon besar nanti genderuwonya marah ! Macam-macam lagilah potensi ancaman yang datang dari hutan untuk anak-anak. Memang bagi suku-suku tertentu, hutan merupakan taman kanak-kanak bagi anak-anaknya karena mereka lahir, tumbuh, besar dan bertahan hidup langsung dalam hutan. Bagi anak kota, bagaimana?

Ketika beranjak dewasa, tamat kuliah dan punya kerja mentereng pun, banyak yang tidak menyadari apa fungsi hutan. Begitu duit sudah memenuhi dompet, hasrat membeli pun tak terbendung. Dibuatlah rencana membangun rumah atau membeli mobil atau keduanya walau salah satunya memakai jasa kredit. Tapi jarang ada manusia yang sadar bahwa untuk membangun rumah dibutuhkan puluhan ton kayu, puluhan truk tanah dan pasir dan sebagainya. Dari mana semua itu berasal? Semuanya nyaris dipenuhi oleh hutan.

Kayu diambil dari hutan, emang mau dari mana lagi mengambil kayu? Jutaan kubik kayu diambil dari hutan untuk membuat rumah manusia sehingga hutan menjadi lapangan. Padahal hutan sendiri adalah rumah dari berbagai makhluk hidup lain ciptaan Allah SWT. Artinya manusia membuat rumah sendiri dengan membinasakan rumah makhluk lain. Benar-benar “biadab”, tak berperikehutanan, kalau bisa meminjam istilah ini. Laju pertumbuhan pohon-pohon itu selama ini jauh dibawah laju penebangan hutan. Orang yang ga sekolah pun sadar akan hal ini.

Hutan berkurang, kemudian hilang, ini artinya apa? Ini artinya musibah besar bakal menimpa umat manusia. Bagaimana nanti manusia akan memenuhi kebutuhan airnya untuk mandi dan bersuci dari hadast? Air itu disimpan oleh hutan ketika musim hujan tiba. Kalau tidak ada hutan, air tidak bisa disimpan maka air akan turun ke kampung-kampung dalam bentuk banjir, ataupun banjir dahsyat. Air pun akan dikeluarkan oleh hutan-hutan ketika musim kemarau membakar kulit kita, mengalir melalui sungai-sungai sehingga makhluk hidup masih bisa mencicipinya. Kalau tidak ada hutan, dari mana manusia minum air pas hujan tidak turun berbulan-bulan?

Hutan membentuk iklim secara mikro atau bahasa lainnya secara lokal. Tengok saja daerah yang rimbun dengan pepohonan temperaturnya lebih adem. Naungan daun-daunnya menahan sinar matahari memanaskan udara disekitar pepohonan. Daun-daun pepohonan menyerap racun dari udara, karbon untuk kemudian diolahnya kembali menjadi santapan dan disimpan dalam tubuhnya. Hewan-hewan bagai dapat tempat tinggal gratis tanpa perlu bayar kredit di pohon-pohon dan berterima kasih kepada alam dengan kicauannya. Kalau ini semua sudah tidak ada, mana mungkin lagi kita menikmati hutan.

Berterima kasihlah kepada Allah SWT yang telah menciptakan hutan dan memberikan manfaatnya kepada manusia. Sudah sepatutnya manusia kembali menyebarkan kebaikan hutan tersebut seluas-luasnya kepada makhluk hidup. Manusia menjadi Rahmatan lil Alamin, rahmat bagi sekalian alam.[]

 

read more
Hutan

Program Nawacita Jokowi Masih Khayalan

Kamar Masyarakat Dewan Kehutanan Nasional (KM DKN) bersama dengan Perkumpulan HuMa Indonesia mengadakan Workshop dengan tema “Menyikapi Perubahan Kelembagaan di Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan serta RPJMN 2015 – 2019 yang terkait Perubahan Iklim”. Workshop tersebut sekaligus menegaskan posisi DKN khususnya Kamar Masyarakat dalam melihat penggabungan yang terjadi di tubuh Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.

Dalam workshop tersebut, terdapat tiga hal utama yang disoroti oleh KM DKN, yakni; Perhutanan Sosial dan Kemitraan, Tenure dan Resolusi Konflik, serta Perubahan Iklim. Tiga hal tersebut menjadi sorotan utama KM DKN karena ketiga hal tersebut juga lah yang paling bersentuhan langsung dengan kehidupan masyarakat adat/lokal yang tinggal di dalam atau sekitar kawasan hutan. Dalam workshop tersebut, KM DKN menegaskan bahwa penggabungan ditubuh Kementrian LHK harus dapat berjalan dengan efektif, tanpa terhambat permasalahan teknis akibat dari penggabungan, jangan sampai kemudian penggabungan tersebut justru menghambat kinerja dari Kementerian LHK.

Political will dari Kementrian LHK belum berujung pada aksi nyata. Terlalu banyak peraturan yang dikeluarkan oleh Kementrian tersebut, namun untuk implementasi dilapangan masih belum terlihat,” tegas Anggota Presidium DKN utusan Kamar Masyarakat Regio Sulawesi, Andreas Lagimpu.

Salah satu ukuran belum terlihatnya implementasi peraturan-peraturan tersebut adalah belum diimplementasikannya putusan MK 35 secara nyata. “Masih belum terlihat komitmen Kementerian LHK terhadap implementasi putusan MK 35, bahkan Pemerintah Pusat justru berkontribusi terhadap kebingungan implementasi putusan MK 35 di level daerah. Surat edaran Kementerian Kehutanan Nomor. 1 Tahun 2013 Tentang Implementasi Keputusan MK. 35  menyebabkan miss interpretasi di tingkat daerah, dan hal ini perlu segera diklarifikasi oleh KLHK, agar kesalahpahaman tersebut tidak muncul kembali dan implementasi MK 35 dapat terwujud,” tandas Apolos Dewa Praingu, Konstituen Kamar Masyarakat DKN dari Regio Bali dan Nusa Tenggara

Menyoroti isu perhutanan sosial, KM DKN menanggap bahwa skema perhutanan sosial yang ditawarkan oleh Negara sering kali dianggap ideal dan dapat diterapkan diseluruh wilayah Indonesia, padahal kenyataan dilapangan, wilayah Indonesia yang beragam suku dan budaya juga menjadikan model keberagaman dalam skema pengelolaan hutan.

“Skema hutan adat dapat menjadi jawaban untuk model pengelolaan hutan berbasis masyarakat, karena di dalam skema hutan adat, nilai-nilai kearifan lokal setiap daerah sudah terakmodir dan terealisasikan terlembagakan dalam model pengelolaan hutan oleh masyarakat adat/lokal”, ujar Yanes Balubun, Anggota Presidium DKN utusan utusan Kamar Masyarakat Regio Maluku.

KM DKN melihat, bahwa terdapat tidak sinkronnya kebijakan , misalnya inkosistensi kebijakan tata ruang dan penegakan hukum. “Agenda nawacita yang didorong oleh Presiden Joko Widodo akan mengalami kegagalan, karena lahan pertanian beralih fungsi menjadi areal industri. Jika seperti ini, maka hanya semangatnya saja yang nawacita, tetapi implementasinya terintervensi oleh Pasar”, dan dinamika politik global sebut Pak Rustam , Konstituen Kamar Masyarakat DKN Regio Sumatera.

Di salah satu agenda Nawacita Presiden Joko Widodo menyebutkan bahwa prioritas pembangunan akan dilakukan mulai dari pinggiran yang artinya mulai dari perdesaan, daerah pedalaman dan wilayah perbatasan. Seperti telah diketahui bersama bahwa wilayah pinggiran selama ini kurang mendapat perhatian dari berbagai Program pembangunan yang berdampak terjadinya kemiskinan. Kemiskinan yang berkepanjangan menyebabkan wilayah perdesaan, daerah pedalaman dan perbatasan rawan konflik sosial.

“Dalam menangani konflik dan kemiskinan, pemerintah telah menyiapkan serangkaian kebijakan dan program, namun pada faktanya  justru “Kriminalisasi”  terhadap masyarakat masih terus berlangsung, seperti yang menimpa seorang Nenek di Situbondo Jawa Timur,”tutur Sungging Septivianto, Anggota Presidium DKN utusan Kamar Masyarakat Regio Jawa.

“Selain kriminalisasi, tekanan dari preman bayaran dan aparat keamanan terhadap Masyarakat Samin di Pati dan Rembang Jawa Tengah yang keberatan atas rencana  pendirian pabrik semen juga tidak berkesudahan. Akibat tekanan ini, masyarakat di Rembang memutuskan masih tinggal didalam tenda hingga hari ini dan hidup dalam situasi penuh dengan rasa cemas,”lanjut Sungging.

Sudah saatnya Pemerintah melakukan pembenahan dalam berbagai kebijakan dan peraturan untuk menghindari berbagai konflik yang bekepanjangan. Pembangunan memerlukan pengorbanan tetapi bukan berarti mengorbankan kepentingan dan hak-hak Konstitusional masyarakat . [ rel ]

read more
Kebijakan Lingkungan

Mencari Pemimpin Jambi di Era MEA 2015

Sebagai rakyat harus ingat dan legowo, bahwa Negara kita sudah terbagi dan terkapling oleh“kepentingan Parpol”. Ini jelas terlihat di Parlemen dan penentuan Caleg dan Kepala Daerah melalui Partai Politik, tentunya kepentingan parpol yang sangat dominan dalam pemerintahan (Esekutif dan legeslatif), yang menyebabkan kepentingan rakyat belum tentu menjadi “kepentingan utama”, yang cenderung mengatasnamakan kepentingan rakyat untuk kepentingan Parpol (golongan)yang selalu menjadi prioritas.

Maka Gubernur/Bupati/Wako  harus independen dan mengutamakan kepentingan rakyat baik sebagai pemilih maupun tidak, walaupun mereka terpilih melalui persyaratan administrasi mejanya Parpol. Pemimpin yang terpilih diharapkan berjiwa idealis berusaha Istiqomahantara hati, fikiran, dan perbuatannya, tentunya tidak peduli apapun hambatan atau tantangan yang menghadangnya.

Sehingga Kepemipinan produk Pilkada untuk Provinsi Jambi Desember 2015, diharapkan memiliki atribut individual seperti aspek-aspek kepribadian, temperamen, kebutuhan, motivasi dan nilai-nilai dengan ciri-ciri watak yang relatif stabil dalam berprilaku.

Dari pemahaman tersebut Pemimpin itu adalah seseorang dilahirkan, bukan dibuat, sehingga seseorang yang dilahirkan sebagai pemimpin maka akan jadi pemimpin. Pemahaman bahwa tidak semua bisa menjadi pemimpin, sehingga seorang pemimpin lebih memiliki kecenderungan untuk membahagiakan masyarakat yang dipimpinnya, dengan mengabaikan kepentingan yang bersifat pribadi atau staffnya.

Pemimpin yang ideal dalam era globalisasi ini yang dapat menggerakkan organisasi mencapai tujuan dan sasarannya dengan berbagai dinamika dan konflik yang terjadi didalamnya, untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat yang dipimpinnya.

Lembaga swadaya Indonesia for Global Justice (IGJ) menuding pemerintah tidak memiliki strategi dan rencana yang tepat untuk melindungi kepentingan petani, nelayan, buruh, dan pedagang tradisional, dalam menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN yang mulai efektif 2015

MEA bagi Propinsi Jambi sepakat atau tidak sepakat dibutuhkan, ini harusnya dilakukan oleh Pemimpin yang dilahirkan oleh PILKADAL tahun 2015, agar daya saing Asean meningkat serta bisa menyaingi Cina dan India untuk menarik investasi terutama Investasi dalam Negeri dan juga Investasi Asing. Investasi dibutuhkan untuk menciptakan  dan meningkatkan lapangan pekerjaan dan meningkatkan kesejahteraan.

Kondisi saat ini, bahwa membanjirnya produk-produk Asia Tenggara seperti minuman, buah-buahan, menjadi persoalan bagi kita masyarakat. Penduduk Indonesia yang lebih 250 juta jiwa, hanya di jadikan pasar dari negara Asean.

Diharapkan Visi dan Misi para pasangan Calon Gubernur/Bupati/walikota, tidak  terlalu miskin, hanya berpikir secara localistik, namun harus berpikir kondisi global dan pasar bebas. Tentunya sekarang dan kedepan, Prop Jambi menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari globalisasi baik ekonomi maupun  lingkungan, dan itu pasti.

Sehingga perspektif pemimpin yang diharapkan untuk bisa menjadi manajer sebuah perusahaan yang bernama ”Propinsi Jambi”, dengan pemilik aset adalah rakyat Propinsi Jambi, yang sesungguhnya aset yang kaya tersebut sudah bisa mambahagiakan dan mensejahterakan masyarakat Propinsi Jambi masa kini dan yang akan datang.

Tentunya perspektif pemimpin yang akan bisa membaca, berinovasi, berenterprenuer untuk mengoptimalkan nilai – nilai ekonomi aset rakyat dengan tetap memperhatikan aspek lingkungan dalam pembangunan berkelanjutan. Dibutuhkan pasangan pemimpin yang memiliki naluri enterprenuership, anti KKN, tidak menjadikan Propinsi Jambi sebagai bidang usaha, berani dan bertanggung jawab dalam bertindak, berinovasi, memiliki jaringan nasional dan Internasional.

Sebagai pasangan Pemimpin yang akan datang harus dapat mengantarkan Propinsi/Kabupaten/Kota untuk membangun, menata dan mensejahterakan masyarakat secara adil, aman, tentram dan semua pemeluk agama dapat hidup berdampingan, serta dapat mengantarkan masyarakat terdepan dan mandiri secara ekonomi” dalam tatanan dunia global dan masyarakat global

Sehingga dari data dan kebutuhan pemimpin di era MEA dan pasar bebas dan globalisasi sekarang ini, dilihat dari profile pasangan, tentunya pemilih sangat memahami siapa yang akan dipilih dengan melihat kebutuhan pimpinan masa yang akan datang, dan (”kebenaran dan pembenaran” yang ngak mungkin bersatu”) akan menjadi bagian dari sebuah tanggung jawab masyarakat Propinsi Jambi untuk menentukan arah Pembangunan. Tentunya arah yang positif dan membawa kemajauan secara ekonomi dan dapat memberikan kontribusi dalam mengatasi perubahan iklim yang menjadi agenda utama dari Pemerintah Indonesia saat ini dalam percaturan politik lingkungan dunia.

Dengan harapan, pemilukada ini dapat berjalan damai dan masyarakat dapat memilih pemimpin yang dibutuhkan dan diidamkan untuk mewujudakan Provinsi Jambi yang lebih maju dan lebih bisa mensejahterakan masyarakatnya secara adil dan berkelanjutan.

Jauhkan upaya – upaya kotor untuk memenangkan Pilkada ini, karena akan sangat menodai demokrasi dan menghiananti masyarakat Jambi, yang sangat mengidamkan Pemimpin yang bisa mensejahterakan rakyatnya, bukan pemimpin yang mensejahterakan keluarga, kerabatnya dan mempertahankan dynasti.

Lahirnya atau terpilihnya pemimpin, bukan hanya dilihat dari hasil akhir untuk mencapai kemenangan sebagai, melainkan proses untuk mencapai dan menduduki kursi kepemimpinan menjadi bagian penting untuk menilai seseorang dikatakan pemimpin yang memimpin, wait and see.[]

Penulis adalah Conservationist di Jambi dan Dosen STIE-SAK

read more
1 3 4 5 6 7 18
Page 5 of 18