close
Ilustrasi bendungan | Foto: Int

Banda Aceh – Gabungan Masyarakat dan Aktivis Lingkungan Hidup Aceh yang berhimpun di dalam Gerakan Rakyat Aceh Menggugat (GeRAM), telah menyampaikan surat permohonan kepada Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia (LHK-RI).

Surat yang disampaikan kepada Menteri LHK tersebut berisikan penolakan mereka terhadap rencana Pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Tampur I yang diyakini akan mempercepat laju kerusakan hutan di Kawasan Ekosistem Leuser (KEL). “Oleh karena itu kami mengirimkan surat kepada Menteri LHK RI pada pertengahan Desember lalu yang isinya berupa Permohonan Agar Mohon Tidak Diterbitkan Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan dalam RencanaPembagunan PLTA Tampur I”, kata  Juru Bicara GeRAM untuk Advokasi Penyelamatan Hutan dan Lingkungan Akibat Pembangunan PLTA Tampur I, T. M. Zulfikar.

Selain GeRAM, berbagai elemen masyarakat dan gabungan NGO/LSM Aceh yang ikutserta menandatangani surat tersebut diantaranya Yayasan Hutan Alam dan Lingkungan Aceh (HAkA), Koalisi Peduli Hutan Aceh (KPHA), Forum Orangutan Aceh (FORA), Yayasan Ekosistem Lestari (YEL), Rumoh Transparansi Aceh, Rawa Tripa Institute (RTI), Masyarakat Transparansi Aceh (MaTA), Orangutan Information Centre (OIC), Gerakan Rakyat Anti Korupsi (GERAK) Aceh, Yayasan Peduli Nanggroe Atjeh (PeNA), dan Jaringan Komunitas Masyarakat Aceh (JKMA).
Gabungan masyarakat dan LSM tersebut selama ini dikenal sangat aktif dalam mendukung upaya-upaya advokasi penyelamatan hutan dan lingkungan khususnya di Aceh, termasuk Kawasan Ekosistem Leuser.

Surat yang disampaikan kepada Menteri LHK RI antara menyebutkan antara lain Proyek Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Tampur  berada di lokasi yang merupakan habitat kunci beberapa jenis satwa yang dilindungi,  seperti harimau, gajah, orangutan. Dikhawatirkan bila pembangunanPLTA Tampur 1 jadi terlaksana maka konflik antara manusia dan hewan akan meningkat. Selain itu juga disebutkan bahwa sebagian dari wilayah PLTA Tampur terdapat kampung adat yaitu kampung Lesten, Kecamatan Pining, Kabupaten Gayo Lues, yang didiami oleh 67 KK yang akan terpaksa harus direlokasi, selain bahwa didalam areal luasan rencana proyek juga merupakan kawasan lindung adat masyarakat Gayo – Pining, yang telah mereka taati dan pelihara secara turun menurun, sehingga keberadaan proyek tersebut dikuatirkan akan memincu konflik sosial di masyarakat, baik konflik vertikal maupun horizontal.[rel]

Tags : leuserPLTAsatwatampur

Leave a Response