close
Kebijakan Lingkungan

PN Calang Gelar Sidang Perdana Kasus Gajah ‘Papa Genk’

Suasana persidangan pembunuhan gajah 'Papa Genk', di PN Calang | Foto: Ratno Sugito

PN Calang, Rabu (18/12/2013) menggelar sidang perdana kasus pembunuhan gajah Sumatera (Elephas maximus sumatranus) yang terjadi di Desa Ranto Sabon Kecamatan Sampoiniet Aceh Jaya. Hadir 14 orang terdakwa yang dipecah menjadi dua berkas, 13 orang satu berkas dan satu orang (keuchik) satu berkas lain. Sidang ini mendengarkan pembacaan surat dakwaan dari Jaksa Penuntut Umum (JPU), yang disampaikan oleh Afrizal Chair, SH.

Para terdakwa mulai dari penyidikan hingga penyerahan berkas ke pengadilan tidak ditahan atau mendapat penangguhan penahanan. Majelis Hakim dipimpin oleh Hakim Novian Saputra, SH. M.Hum, dengan anggota Jamaluddin, SH dan H. Hamzah Sulaiman, SH.

Dalam dakwaannya, JPU mengatakan ke-14 terdakwa yang merupakan penduduk Desa Ranto Sabon, umumnya bekerja sebagai petani, pada hari Rabu (10 Juli 2013) bertempat di pinggir sungai dalam desa tersebut, bersama-sama memasang perangkap yang akhirnya menjerat gajah hingga mati. Mereka membuat perangkap dari kayu dengan panjang 3 meter, kemudian menempatkan bilah besi sepanjang 1 meter di sisi kayu tersebut. Perangkap ini kemudian diikat ke pohon dengan tali.

Pada saat ‘Papa Genk’ melintas di bawahnya dan menyentuh perangkap, maka besi jatuh ke bawah dan menimpa gajah tersebut yang mengakibat gajah tewas. Gambar gajah tewas ini kemudian menyebar ke seluruh dunia dan mendapat tanggapan luas dari masyarakat.

Setelah gajah mati, para tersangka mengupas kulit kepala, memotong daging pada bagian kepala gajah dan akhirnya memotong kedua gading gajah. Gading tersebut kemudian diserahkan ke kepala desa (keuchik), Amiruddin bin Alm  Mahmud untuk disimpan. Keuchik ini disidang dengan berkas yang terpisah.

JPU mendakwa para tersangka dengan sengaja menangkap, melukai, membunuh, menyimpan, memiliki, memelihara, mengangkut dan memperniagakan satwa yang dilindungi dalam keadaan hidup yaitu seekor gajah. Perbuatan tersebut melanggar pasal 21 ayat (1) huruf a Undang-undang Republik Indonesia nomor 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya jo pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP. Para tersangka terancam hukuman penjara maksimal 5 tahun.

Sidang dengan nomor perkara PDM-21/CLG/11/2013 untuk 13 tersangka dan nomor perkara PDM-22/CLG/11/2013, ditunda hingga Senin, tanggal 23 Desember 2013 dengan agenda pemeriksaan para saksi.

Sebelumnya, penyelidikan kasus pembunuhan ini sempat terkendala karena ada perlawanan dari masyarakat Desa Ranto Sabon. Namun,  atas jaminan tokoh masyarakat setempat termasuk Bupati Aceh Jaya Azhar Abdurrahman, warga mendatangi kantor polisi, bersedia diperiksa.

Setidaknya, ada 30 warga desa diperiksa sebagai saksi. Hasil pemeriksaan menetapkan 14 tersangka. Pemasangan perangkap menjerat ‘Papa Genk’ diketahui dan disetujui seluruh warga yang musyawarah di Meunasah. Mereka beralasan Genk harus dibunuh karena meresahkan warga dan menimbulkan kerugian karena gajah merusak kebun warga.

Kasus pembunuhan Genk mencuat ke publik setelah ada kampanye melalui sosial media yang menarik perhatian banyak orang di Indonesia. Bahkan sampai ke luar negeri. Kampanye oleh para penyayang satwa meminta kasus pembunuhan itu diusut tuntas. Sebuah petisi juga dilayangkan anak muda Aceh Aulia Ferizal untuk mengusut pembunuhan Genk.

Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan dan Presiden Soesilo Bambang Yudhoyono merespon kampanye itu melalui akun twitter mereka. Presiden mengintruksikan Kementrian Kehutanan dan Polda Aceh mengusut tuntas kasus itu dan mencegah kasus serupa terjadi.[]

Tags : gajahpapa genksatwa