close
Flora Fauna

Konflik Gajah dan Manusia Terus Terjadi, Bagaimana Jalan Keluarnya?

Banda Aceh – Beberapa hari belakangan ini setelah lebaran, masyarakat sejumlah daerah kembali diganggu dengan kehadiran gajah liar di sekitar mereka. Kehadiran hewan berbadan raksasa ini yang sering juga disebut Po Meurah dalam bahasa Aceh menimbulkan kerusakan pada tanaman dan sejumlah bangunan. Gajah-gajah sepertinya menjadi beringas, menghancurkan apa benda apa saja yang menghalangi lintasan mereka. Pemerintah pun seperti biasa turun tangan berusaha mengatasi gajah liar ini dengan menurunkan gajah jinak untuk menggiring Po Meurah kembali ke habitatnya. Pemerintah lewat BKSDA mencetuskan ide untuk menjadikan daerah yang dihuni gajah menjadi kawasan konservasi.

Pada hari Kamis (13/06/2019) gajah liar masuk ke pemukiman penduduk yang berada di kawasan pedalaman Cot Girek serta merusak sekitar 15 unit rumah dan lahan perkebunan yang sudah ditanami cokelat, pinang, dan pisang. Kejadian penyerangan gajah liar ini sudah berulang kali terjadi dalam beberapa tahun belakangan sehingga masyarakat sangat terpukul.

Petani yang berada di gubuk-gubuk dalam kebun buru-buru melarikan diri saat melihat kedatangan Po Meurah yang berwajah garang. Mereka tak ingin bernasib malang diamuk gajah. Hingga saat ini petani masih merasa was-was belum berani beraktivitas di kebun. Warga pun melaporkan kepada aparat kecamatan yang kemudian meneruskan laporan kepada BKSDA.

Pihak BKSDA telah mengerahkan dua gajah jinak menggiring gajah-gajah liar tersebut. Petugas BKSDA berhasil mendekati gajah liar tersebut bahkan mampu melepaskan alat pelacak yang dipasang pada gajah liar, GPS collar, yang telah habis baterai.

Kepala BKSDA Aceh Sapto Aji Prabowo kepada awak media mengatakan selain di Aceh Utara gajah masuk ke area penduduk terjadi juga di kabupaten Bener Meriah, Pidie, Bireuen, Aceh Timur, Aceh Jaya, Aceh Tenggara dan Aceh Barat hingga Kabupaten Aceh Selasan. Sepanjang 2017 di provinsi Aceh konflik gajah sebanyak 103 kasus dan pada 2018 keseluruhan ada 73 kasus, ujar Sapto.

Petani jika melihat kehadiran gajah di pinggiran perkebunan akan membakar mercon untuk mengusir gajah-gajah tersebut. Namun kali ini sepertinya petani tidak sempat meledakan mercon dikarenakan gajah-gajah tersebut keburu mendatangi kebun. Jika mercon dibakar biasanya gajah akan merasa terganggu dan kembali masuk ke dalam hutan asal mereka.

Selain Aceh Utara, juga dilaporkan di Gampong Baroeh di Aceh Jaya belasan ekor gajah liar mengobrak-abrik lahan persawahan dan perkebunan. Gajah yang diperkirakan berjumlah 15 ekor masuk kampung, merusak lahan sawah serta kebun masyarakat pada Rabu pagi (12/6/2019).
Sejumlah warga di desa tersebut telah melaporkan ke pihak aparat gampong setempat untuk kemudian berkoordinasi melalui unit tanggapan konservasi (CRU) Sampoiniet atas kejadian ini.

Tim Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Aceh Jaya hingga kini memastikan akibat kawanan gajah liar ini belum sampai menimbulkan korban baik jiwa, terdampak maupun masyarakat yang mengungsi.

Cegah Konflik Gajah –Manusia
Aceh Utara yang memiliki populasi gajah yang tinggi akan dijadikan sebagai salah satu Kawasan Ekosistem Esensial (KEE) atau koridor gajah di Aceh. Daerah hutan Cot Girek menjadi habitat gajah Sumatera, dipandang cocok untuk diterapkan sebagai KEE mengingat intensitas konflik gajah-manusia yang tinggi belakangan ini.

“Agar konflik tidak terulang, kawasan Cot Girek akan dikelola menjadi KEE atau koridor gajah. Hal ini Sedang dibahas di tingkat provinsi,” kata Kepala BKSDA Aceh, Sapto Aji Prabowo seperti dikutip detikcom, Kamis (13/6).

Sapto menjelaskan, di Aceh sedikitnya ada lima kantong habitat gajah sumatera selain yang berada di Cot Girek, Aceh Utara.

“KEE sendiri adalah kawasan di luar kawasan konservasi yang mempunyai nilai konservasi penting. Jadi habitat satwa. Dia bisa hutan produksi, hutan lindung, bisa juga APL,” sebut Sapto. Nantinya KEE akan dikelola bersama antara pemda dan pihak lain yang ditunjuk dengan tetap memperhatikan aspek-aspek konservasi tersebut.

Sebelumnya seorang pegiat lingkungan, Fahmi Rizal, juga pernah mengusulkan Kawasan Strategis Nasional (KSN) yang keberadaannya teramat penting dan mempengaruhi secara nasional baik dari aspek pertahanan dan keamanan, pertumbuhan ekonomi, sosial dan budaya, pendayagunaan sumber daya alam dan/atau teknologi tinggi, dan fungsi dan daya dukung lingkungan hidup. Kawasan Ekosistem Leuser (KEL) merupakan kawasan yang sangat layak menjadi KSN.

KEL memang pantas ditetapkan sebagai KSN mengingat areal hutan hujan di ujung barat Pulau Sumatera ini memiliki keragaman hayati yang amat tinggi dan unik. Wilayah hutan ini merupakan tempat satu-satunya di dunia yang masih memiliki empat mamalia besar endemik di dalam satu wilayah: Gajah Sumatera, Harimau Sumatera, Orangutan Sumatera dan Badak Sumatera. Wilayah jelajah ke-empat satwa besar ini saling berpotongan sehingga membentuk areal yang sangat luas (sekitar 2.255.557 hektar) yang membentang dari tengah Provinsi Aceh (meliputi 13 kabupaten) hingga ke Provinsi Sumatera Utara (meliputi 4 kabupaten).

Sumber: dbs

Tags : BKSDAcot girek

Leave a Response