close
Ragam

Warning! Calang Tercemar Merkuri

Ekstraksi emas dengan memakai merkuri di tambang tradisional Sawang Aceh Selatan | Foto: Firman Hidayat

Penelitian Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh Jaya dengan mengambil sampel air dan tanah di beberapa titik dalam kota Calang menyimpulkan telah terjadi pencemaran merkuri (Hg). Hasil ini kemudian dikonfirmasi kembali selang dua bulan kemudian oleh Laboratorium BTKL PP Kelas I Medan dengan hasil yang hampir sama. Penelitian yang serupa dilakukan oleh mahasiswa pasca Sarjana Unsyiah beberapa tahun lalu di Sungai Kr. Sabee juga menyatakan sungai tersebut telah tercemar limbah merkuri.

Kepala Seksi Kesehatan Lingkungan Kabupaten Aceh Jaya, Dahnial SKM yang ditemui beberapa waktu lalu menjelaskan bahwa titik-titik yang menjadi pengambilan sampel merupakan lokasi yang berdekatan dengan tempat pengolahan emas.

“ Sampel kami sebanyak seratus unit, di tiga kecamatan yaitu kecamatan Krueng Sabee, Panga dan Sampoiniet, sebanyak 54 sampel tanah atau 54 persen tercemar merkuri. Sedangkan sampel air sebanyak 79 persennya tercemar,” kata Dahnial.

Pengambilan sampel sendiri dilakukan pada bulan Juli 2012 oleh Dinas Kesehatan setempat dan sampel diperiksa di UPTD Balai Laboratorium Kesehatan Provinsi Aceh di Banda Aceh.

Kandungan merkuri dalam baku mutu yang diperbolehkan sesuai dengan Permenkes RI No.416/Menkes/Per/IX/1990 tentang Baku Mutu Kualitas Air Bersih adalah sebesar 0,001 mg/l. Ternyata 79 persen sampel air yang diambil mengandung merkuri diatas ketentuan tersebut, berkisar antara 0,002 – 0,01 mg/l.

Ketika ditanyakan, apa yang dilakukan Pemkab Aceh Jaya sehubungan dengan fakta ini, Dahnial menjawab bahwa saat ini sedang disusun qanun (perda) yang mengatur tentang pemakaian merkuri. “ Tapi saya tidak tahu sudah sampai dimana rancangan Qanun ini,” kata Dahnial.

Dahnial menjelaskan, selang dua bulan dari penelitian Dinkes Aceh Jaya, BTKL PP Kelas I Medan juga melakukan penelitian yang sama dan mendapati hasil yang tidak jauh berbeda. “ Mereka melakukan penelitian sekitar bulan Oktober 2012,” ujar Dahnial.

Sampel diambil pada lokasi yang berdekatan dengan tempat gelondongan pengolahan atau ekstraksi emas. Di Calang sendiri sejak beberapa tahun lalu marak penambangan emas liar. Salah satu lokasi tambang yang sangat populer adalah Gunong Ujeun (Gunung Hujan-red) yang mengundang ribuan orang termasuk dari Pulau Jawa untuk mengadu nasib di perut bumi. Daerah Aceh Jaya sendiri termasuk dalam suatu kawasan hutan luas yang dikenal dengan nama Ulu Masen.

Penambangan liar ini secara langsung memicu penggunaan merkuri besar-besaran untuk memurnikan emas dari material lain. Limbah merkuri yang dihasilkan dibuang begitu saja ke lingkungan sekitar tanpa melalui pengolahan. Limbah dibuang ke tanah dan ke aliran sungai yang berbahaya bagi makhluk hidup. Selain itu penambangan liar menghancurkan hutan Ulu Masen.

Beberapa tahun lalu, seorang mahasiswa Pasca Sarjana Jurusan Konservasi Sumber Daya Lahan Universitas Syiah Kuala yang bernama Iwandikasyah juga melakukan penelitian kandungan merkuri di daerah aliran sungai (DAS) Krueng Sabee, Kabupaten Aceh Jaya. Ia meneliti dampak limbah merkuri akibat aktivitas penambangan secara tradisionil dan semi modern.

Hasil penelitiannya menyimpulkan bahwa merkuri pada sedimen (hulu, median, dan hilir) di aliran Krueng Sabee berbahaya dan nilainya di atas ambang batas sebagaimana ditetapkan dalam Permenkes RI No.416/Menkes/Per/IX/1990 tentang Baku Mutu Kualitas Air Bersih sebesar 0,001 mg/l.

Yang lebih mengkhawatirkan lagi kandungan merkuri pada biota di daerah hulu, median, dan hilir di aliran Krueng Sabee berbahaya dan nilainya di atas ambang batas. Menurut Iwandikasyah, bila kondisi ini terus dibiarkan, akan berdampak buruk terhadap lingkungan dan kesehatan warga yang menetap di daerah aliran sungai tersebut.

Iwandikasyah memperkirakan estimasi penggunaan merkuri perharinya mencapai 3 kg/hari/unit (0,75 kg x 4 penggilingan/hari). Jumlah kilang yang beroperasi lebih kurang 100 unit, maka pemakaian merkuri perharinya mencapai 300 kg/hari, 70 % terjadi penyusutan dan 30 % hilang terbawa air (terbuang dalam bentuk limbah), sehingga yang beredar di lingkungan masyarakat adalah 90 kg/hari. “Sehingga saya menyimpulkan bahwa limbah yang terdibuang bersama air ke aliran sungai Krueng Sabee di perkirakan sebesar 32.400 kg/tahun atau sekitar 32,4 ton/tahun,” jelasnya.[]

Tags : limbahmerkuripolusitambang