close

orangutan

Flora Fauna

Hope, Orangutan Aceh Muncul di Sampul Depan The New York Times

New York – Sejumlah lelaki mendatangi Hope dan bayinya sembari membawa tombak dan senjata. Tapi, Hope tak beranjak pergi, sebab tidak ada tempat baginya untuk pergi. Kalimat itu merupakan sepenggal dari berita harian The New York Times dengan judul “A mother shot 74 times’, Jumat 5 Juli 2019. Berita koran asal Amerika Serikat itu mengangkat kisah orangutan bernama Hope, yang menjadi korban penembakan ketika warga membersihkan lahan untuk perkebunan kelapa sawit.

Kisah tentang Hope terjadi pada Maret 2019, dan menjadi sorotan di dalam negeri. Dari hasil rontgen, selain 74 peluru bersarang di tubuhnya, Hope juga mengalami patah di beberapa tulangnya. Saat hutan dan rawa ditebangi untuk perkebunan kelapa sawit, keberadaan orangutan di Indonesia terancam. The New York Times dalam ulasannya menyebut, Indonesia dan Malaysia merupakan pemasok 80 persen dari minyak sawit yang bermanfaat untuk membuat minyak goreng, lipstik, cokelat, dan biofuel. September tahun lalu, di tengah kekhawatiran tentang habitat orangutan yang terancam punah dan bahaya karbon emisi dari pembakaran massal lahan untuk perkebunan sawit, Indonesia berhenti mengeluarkan izin untuk perkebunan baru.

Namun, seperti kasus yang dialami Hope, kebijakan dari pemerintah nampaknya tidak berjalan di desa-desa miskin. “Mereka mengatakan ada moratorium, tetapi saya dapat melihat dengan mata kepala sendiri bahwa tanah hilang setiap hari,” kata Krisna, koordinator untuk Unit Respons Konflik Orangutan Manusia, sebuah kelompok yang berbasis di Sumatera yang telah menyelamatkan lebih dari 170 orangutan terluka sejak 2012, seperti dikutip dari The New York Times.

Orangutan disebut hanya hidup di dua pulau di dunia. Sejak 1999 sampai 2015, populasi orangutan di Kalimantan mengalami penurunan lebih dari 100.000, seperti dilaporkan dalam Curret Biology, sebuah jurnal ilmiah. Hanya tersisa 100.000 orangutan di Kalimantan, menurut Worl Wildlife Fund. Di Sumatera, New York Times menulis populasi orangutan kurang dari 14.000 saja. Orangutan yang beruntung dan selamat dari pembakaran lahan bisa tersingkir di sekitar tempat-tempat kecil di antara pepohonan kelapa sawit.

Karena kehabisan makanan, orangutan ini mencari makan di daerah-daerah yang dihuni manusia. Mereka merusak tanaman dan memancing penduduk bertindak, seperti melakukan penembakan. Tidak ada tindakan hukum atas penembakan terhadap orangutan. Kelapa sawit merupakan sumber penghasilan bagi petani di Sumatera. Orangutan dianggap sebagai hama.

Namun, bayi orangutan sering ditangkap untuk diperjualbelikan meskipun menjual spesies yang terancam punah adalah ilegal. Seperti diberitakan sebelumnya, kasus yang menimpa Hope terjadi di Subulussalam, Aceh. Penyiksaan itu mengakibatkan bayi Hope berjenis kelamin jantan yang berusia satu bulan mati. Hope mengalami luka parah dengan 74 butir senapan angin bersarang di tubuhnya. “Kondisi induk orangutan kurang sehat, dengan luka di tangan, kaki, jari tangan, serta mata kena peluru senapan angin,” kata Kepala BKSDA Aceh Sapto Aji, dalam keterangan tertulis, Selasa (12/3/2019).

Konflik warga dan orangutan di Subulussalam, Aceh, berawal saat induk orangutan itu masuk ke kawasan permukiman, terutama kebun warga. Diduga kuat warga menembaki induk orangutan tersebut. Namun, menurut Sapto, orangutan masuk ke permukiman karena habitatnya terganggu. Menurut Sapto, hal ini jamak terjadi di wilayah Kalimantan dan Sumatera. Setelah sempat kritis saat dilakukan perawatan, kondisi Hope dinyatakan mulai membaik. Hope harus menjalani operasi pengangkatan peluru yang bersarang di tubuhnya.

Sumber: kompas.com

read more
Green Style

Rere, Orangutan Dilepaskan kembali ke Alam Liar

Orangutan berusia empat setengah tahun Selasa (18/06/2019) telah dilepaskan ke alam liar. Rere dibebaskan dari kandangnya di Stasiun Reintroduksi dan Karantina Orangutan Sumatera (SOCP) Program Reintroduksi dan Karantina di Jantho, Aceh Besar.

Bersama dengan BKSDA Aceh, SOCP melepaskan orangutan ke alam liar dari stasiun rehabilitasi, di mana primata yang telah terluka atau kehilangan habitat aslinya dirawat.

Pelepasan ini merupakan berita langka bagi spesies yang terancam punah, yang habitatnya menyusut secara drastis selama beberapa dekade terakhir sebagian besar karena perusakan hutan untuk penebangan, kertas, minyak kelapa sawit dan pertambangan.

Indonesia merupakan produsen minyak kelapa sawit terbesar di dunia, diikuti oleh Malaysia.

Rere setelah dilepasliarkan di Jantho Aceh | Foto: SOCP

Perkebunan kelapa sawit dibangun di atas tanah yang diambil dari hutan hujan tropis yang hancur, menyebabkan kematian dan perpindahan banyak spesies, di antaranya adalah orangutan yang terancam punah.[]

Sumber: dailymail.co.uk

read more
Green Style

Populasi Orangutan Sumatera Turun 10 Kali Lipat dalam Satu Abad

Medan – Berdasarkan hasil Population and Habitat Viability Assesment (PHVA) orangutan 2016, orangutan sumatera (Pongo abelii) tercatat sebanyak 14.470 individu tersebar di 52 meta populasi (kelompok terpisah/kantong populasi) dan 38 persen di antaranya diprediksi lestari dalam 100 -150 tahun mendatang. Namun,100 tahun yang lalu jumlahnya orangutan sumatera 10 kali lipat atau sekitar 140.000 ekor.

Hal tersebut dikatakan Panut Hadisiswoyo, pendiri Yayasan Orangutan Sumatera Lestari-Orangutan Information Centre (YOSL-OIC), saat konferensi pers dan rilis program NOWUC3 (Sekarang Anda Melihat Saya-red), Senin (13/5/2019) malam.

Ia menjelaskan, banyak faktor yang menyebabkan penurunan populasi orangutan yaitu mulai dari deforestasi (penebangan hutan) hingga ekspansi perkebunan, pertambangan, dan pembangunan lainnya. “Atau misalnya pembangunan hidro dam, PLTA. Ini akan jadi ancaman terhadap orangutan. Artinnya kita perlu berusaha untuk mempertahankan habitatnya yang tidak banyak lagi tersisa,” katanya. Menurutnya, jumlah populasi tersebut adalah angka yang tersisa dan harus dipertahankan.

Namun secara umum, kepedulian masyarakat terdahap orangutan sangat rendah karena dianggap tidak ada keterkaitan dengan hidup orang banyak. Padahal, menurut Panut, berbicara penyelamatan orangutan sama halnya berbicara tentang upaya penyelamatan habitatnya. “Habitat orangutan itu memberi banyak manfaat. Menjaga kelangsungan jasa ekosistem yang sangat penting,” katanya.

Menurut Panut, pihaknya akan terus berjuang meningkatkan kesadaran masyarakat, mengedukasi, mengajak untuk berbuat nyata dengan tidak merusak hutan, tidak menembaki orangutan, dan tak menganggapnya hama. “Kolaborasi semua pihak menyelamatkan spesies ini sangat penting. Kita harus bisa berbagi ruang dengan mereka,” ujarnya.

Dia mengaku heran ketika ada beberapa pihak yang menyebut kelompok yang menyuarakan penyelamatan hutan dianggap menghambat pembangunan. “Itu tudingan kekanakan. Ketika menyuarakan kepentingan orangutan dianggap sebagai pembawa pesan pihak lain yang tak punya kepentingan. Toh pembangunan PLTA itu juga didorong oleh kepentingan perusahaan yang bukan dari Indonesia. Ketika menyuarakan orangutan kita, hutan kita, lalu dianggap menyuarakan kepentingan orang luar. Itu sama sekali tidak relevan,” katanya.

Sementara itu, General Manager Hotel Santika Medan, Ariestra Prasetio mengatakan, program NOWUC3 adalah sebuah ajakan bersama YOSL-OIC dan Yayasan Ekosistem Lestari (YEL), untuk memperkaya informasi dan pengetahuan tentang orangutan. “Jadi hari ini kita launching NOWUC3, artinya anda bisa melihat saya, tidak hanya ketika ada kabar penganiayaan atau kematian orangutan,” katanya.

Santika Premiere Dyandra Hotel & convention Medan akan menggunakan seluruh sumber dan jaringan yang cukup besar tersebut untuk mendukung jerih payah YOSL-OIC dan YEL untuk menyokong kehidupan orangutan. “Dalam hal ini Santika Dyandra Medan menginisiasi agar jaringan Santika Indonesia untuk peduli kepada orangutan,” katanya.

Sumber: kompas.com

read more
Flora Fauna

Orangutan Kurang Gizi Diselamatkan di Kebun Sawit

Seekor orangutan betina dengan diselamatkan dari perkebunan sawit dekat dengan lokasi orangutan Hope ditemukan di Dusun Rikit, Desa Namo Buaya, Kecamatan Sultan Daulat, Kota Subulussalam, Provinsi Aceh, Rabu (20/3/2019). Tim penyelamat yang terdiri dari BKSDA Aceh, tim HOCRU OIC, dan WCS-IP berhasil mengevakuasi orangutan tersebut dan kemudian diberi nama Pertiwi.

Kepala BKSDA Aceh, Sapto Aji Prabowo, S.Hut, M.Si, menjelaskan kronologis penyelamatan Pertiwi. Pada tanggal 19 Maret 2019 siang, Tim HOCRU OIC mendapat informasi dari BKSDA-Aceh melalui nomor Call Center HOCRU bahwa ada beberapa individu orangutan yang terjebak di kebun masyarakat di Dusun Rikit.

Selanjutnya pada tanggal 19 Maret 2019 sore, tim HOCRU bersama BKSDA-Aceh dan WCS-IP melakukan crosscheck di lokasi perkebunan. Hasil pemantauan tim HOCRU menemukan beberapa sarang baru di lokasi tersebut. Tim langsung mencari keberadaan orangutan dan menemukan satu individu orangutan (anakan ± 7 tahun) di dalam sarang. Karena hari sudah sore tim memutuskan tidak melakukan upaya evakuasi pada hari itu dan diputuskan untuk melanjutkan keesokan harinya. Lokasi kebun berstatus APL dan berjarak ± 10 km dari Suaka Margasatwa Rawa Singkil.

Keesokan harinya tanggal 20 Maret 2019 pagi tim melihat orangutan masih dalam sarang dan tim meminta rekomendasi tindakan translokasi kepada pihak BKSDA-ACEH untuk satu individu orangutan yang terisolir di kebun masyarakat yang sedang membuka lahan. Untuk mengevakuasi orangutan tersebut tim HOCRU memutuskan untuk tidak menggunakan tembakan bius karena kondisi orangutan yang kurus dan kecil sehingga ditakutkan akan mengenai organ vital. Tim memutuskan untuk melakukan pemotongan pohon dan menggiring orangutan ke pohon yang rendah. Kemudian tim memotong pohon yang rendah tersebut agar dapat menangkap orangutan.

Setelah orangutan berhasil ditangkap baru kemudian dilakukan pembiusan untuk tujuan pemeriksaan kondisi tubuh orangutan. Orangutan terbius pada pukul 11.50 dan tim membawanya ke kandang untuk pemeriksaan fisik.

Pemeriksaan Fisik
Orangutan Pertiwi memiliki berat badan ± 5 kg. Dari hasil pemeriksaan fisik diketahui orangutan tersebut berumur ± 7 tahun dan berjenis kelamin betina dan dengan kondisi malnutrisi (kurus) dan kondisi tangan sebelah kanan yang kurang responsif (kurang gerak).

Setelah semua pemeriksaan fisik selesai dinyatakan orangutan tidak layak untuk di lepasliarkan kembali ke habitatnya, harus menjalani pemeriksaan lebih lanjut di Karantina orangutan Sumatera milik SOCP di Sibolangit Sumatera Utara.

Sapto Aji Prabowo, S.Hut, M.Si, menyatakan bahwa saat ini tim dari BKSDA Aceh dan mitra terus memantau daerah perkebunan yang diperkirakan masih ada orangutan yang terisolasi. BKSDA serius melakukan upaya-upaya mengatasi konflik antara manusia dan orangutan sehingga insiden konflik yang mengakibatkan kematian dan perburuan orangutan dapat dicegah. [rel]

read more
Flora Fauna

Koalisi Peduli Orangutan Sumatera Lakukan Aksi Selamatkan Orangutan

Banda Aceh – Koalisi Peduli Orangutan Sumatera yang terdiri dari Forum Orangutan Aceh, Earth Hour, Rumah Transparansi, dan Sahabat Alam Lestari (SALi) melakukan aksi menentang kekerasan terhadap satwa di bundaran Simpang Lima Banda Aceh, Jumat (15/03/2019). Mereka meminta agar Polda Aceh mengungkap dan mengadili pelaku penembakan Orangutan Sumatera yang bernama Hope.

Penembakan Orangutan dengan menggunakan senapan angin kembali terjadi di Subulussalam, Aceh mengakibatkan satu ekor bayi orangutan jantan berusia satu bulan mati. Sementara induknya mengalami luka parah dengan 74 butir senapan angin bersarang di tubuhnya.

“Kondisi induk Orangutan saat ini kritis, dengan luka di tangan, kaki, jari tangan, serta mata kena peluru senapan angin, sementara itu, setelah induk orangutan dievakuasi dari perkebunan warga di Desa Bunga Tanjung, Kecamatan Sultan Daulat, Subulussalam, induk orangutan tersebut diberinama Hope,”kata salah satu dari anggota Koalisi Peduli Orangutan Sumatera, Nuratul Faizah.

Lanjutnya, “Hope berarti harapan. dengan harapan agar Hope bisa pulih dan bisa mendapatkan kesempatan hidup yang lebih baik.”

Kejadian tersebut sangat mengancam keberadaan Orangutan Sumatera yang terus berkurang populasinya. Masyarakat dan para pihak di Aceh harusnya bisa menjaga dan melindungi Orangutan Sumatera, karena satwa tersebut adalah satu satwa endemik yang dilindungi serta satwa kebanggaan Aceh dan Indonesia pada umumnya.

“Semoga kejadian ini tidak terulang lagi demi hidup Orangutan Sumatera, jika masyarakat menemukan Orangutan di kebun dan dimanapun bisa langsung menghubungi atau melapor ke Balai Konservasi Sumber Daya Alam Aceh (BKSDA-Aceh) di nomor 085362836024,” ujarnya.

Pelaku penembak dan pembunuh Orangutan Hope dapat dihukum berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, diancam 5 tahun penjara dan denda maksimal Rp 100 juta.

Peserta aksi meminta Polda Aceh segera menertibkan peredaran dan kepemilikan senapan angin karena bertentangan dengan aturan Negara, apalagi senapan angin banyak digunakan untuk menembak satwa langka.[fat]

read more
Flora Fauna

Induk Orangutan Tertembak 73 Peluru, Anaknya Mati Kurang Gizi

Banda Aceh – Dua ekor orang utan  dievakuasi Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Aceh dari sebuah perkebunan di Desa Bunga Tanjung, Kecamatan Sultan Daulat, Kota Subulussalam, Aceh. Satwa dilindungi tersebut terdiri dari induk dan anak dengan kondisi memprihatinkan.

“Kondisi induk terluka di beberapa bagian serta terkena tembakan senapan angin di matanya. Sedang bayi berumur sebulan dalam kondisi malnutrisi,” kata Kepala BKSDA Aceh Sapto Aji Prabowo melalui via chat WhatsApp, Selasa (12/3/2019).

Tim BKSDA dan mitra saat melakukan evakuasi Orangutan di hutan Subulussalam | Foto: Ist

Proses evakuasi itu dilakukan tim BKSDA pada Senin 11 Maret kemarin. BKSDA mendapat laporan terkait keberadaan induk dan bayi orang utan itu sekitar seminggu yang lalu.

Setelah mengetahui lokasi dan posisi satwa lindung tersebut, tim BKSDA Aceh bersama mitra OIC dan WCS mengerahkan tim melakukan upaya evakuasi dua ekor orangutan yang terdiri dari induk dan anak dengan kondisi induk  orangutan kurang sehat,  luka di tangan, kaki, jari tangan, serta mata kena peluru senapan angin. Namun naas, anaknya  mati dalam perjalanan evakuasi.

“OU (orang utan) kemudian dibawa ke pusat rehabilitasi Sibolangit di Sumatera Utara. Tapi bayinya tidak dapat diselamatkan,” jelas Sapto.

Berdasarkan dari hasil pemeriksaan di Sibolangit , induk OU mengalami patah tulang tangan dan kaki kanan serta jari, didapatkan 73 butir peluru senapan angin serta luka bacok yang sudah bernanah di punggung.

Nantinya Induk orang utan itu bakal dilepasliarkan kembali setelah dirawat di pusat rehabilitasi. Petugas juga mengobati luka yang terdapat di tubuh satwa tersebut.[fat]

read more
Flora FaunaGreen Style

Nadya Hutagalung Luncurkan Biografi untuk Bantu YEL Selamatkan Orangutan

Jakarta – Model Nadya Hutagalung meluncurkan buku berjudul Walk with Me. Buku ini menjadi narasi personal Nadya dalam kehidupannya sebagai figur publik dan kampanyenya untuk berbagai isu lingkungan.

Hasil dari penjualan buku setebal 348 halaman ini akan didonasikan ke Yayasan Ekosistem Lestari (YEL), organisasi nirlaba yang fokus pada isu-isu lingkungan dan pengembangan masyarakat, terutama mereka yang tinggal berdekatan dengan kawasan konservasi orangutan di Sumatera.

Nadya Hutagalung mulai bekerja untuk membuat buku ini sejak 2015. Ia ingin menceritakan perjalanan kariernya selama lebih dari 30 tahun. Wanita berusia 44 tahun ini menceritakan awal masuk ke dunia model hingga keterlibatannya dalam aktivitas di dunia lingkungan. Nadya tidak memiliki pesan khusus yang ingin disampaikan melalui buku ini.

“Secara garis besar menurut saya sangat penting untuk mengerti bagaimana semua makhluk hidup bisa bersatu. Kita semua tinggal di planet yang sama dan kita harus kerja sama,” tutur Nadya di Jakarta, Jumat, (7/12/2018).

Dalam buku ini, Nadya juga menunjukkan orang-orang yang memiliki peran penting dalam hidupnya. Walaupun dikenal sebagai sosok yang menjaga kehidupan pribadinya, pembaca bisa melihat hubungan Nadya dengan suaminya, Desmond Koh, dan anak-anaknya, Tyrone, Fynn, Nyla.

Nadya juga menunjukkan hubungannya dengan ibu dan ayahnya, Ricky Hutagalung dan Dianne Thompson, serta bersama beberapa teman dekatnya. Dalam buku ini, Nadya menunjukkan foto wajah anak-anaknya ke publik untuk pertama kalinya.

“Saya hanya ingin menunjukkan paket lengkap, ini kehidupan saya. Mereka adalah bagian penting dari kehidupan saya,” kata Nadya.

Bukan hanya mengenai karier dan keluarga, Nadya juga menggambarkan perjalanan hidupnya melalui karya fotografi Davy Linggar. Mereka pergi ke berbagai tempat yang memiliki makna penting untuk Nadya, termasuk Jakarta, Ubud, Singapura, Medan, Nepal, dan Kenya. Melalui foto-foto ini, Nadya juga mendiskusikan beberapa isu preservasi lingkungan dan konservasi satwa yang menjadi fokus dari tugasnya sebagai UN Environment Goodwill Ambassador.

Buku ini diformat sebagai coffee table book, dengan ukuran yang cukup besar dan sampul keras. Buku dijual dengan harga Rp 1,75 juta dan hanya dijual di The Papilion Duo di Indonesia. Dia bekerja sama dengan Didit Hediprasetyo sebagai direktur kreatif, Winda Malika Siregar sebagai direktur editorial, dan Boedi Basoeki sebagai penerbit.[]

Sumber: tempo.co


read more
Flora Fauna

YEL Telah Lepasliarkan 109 Orangutan ke Hutan Jantho

Salah satu bukti nyata bahwa proses reintroduksi dalam membentuk populasi baru dan mandiri orangutan di Jantho berjalan dengan baik adalah dengan ditemukan kelahiran dua bayi orangutan di hutan Jantho pada tahun 2017 dari induk orangutan yang dilepasliarkan pada tahun 2011 lalu.

Direktur Program Konservasi Orangutan Sumatera (SOCP), Ian Singleton mengatakan, hingga saat ini 109 individu orangutan telah dilepasliarkan ke Cagar Alam Hutan Pinus Jantho. Hal ini sesuai dengan tujuan untuk membentuk populasi baru orangutan yang hidup liar dan mandiri.

“Momen yang sangat istimewa ketika orangutan ini lulus dari Pusat Karantina dan Rehabilitasi orangutan kami, mengingat beberapa dari mereka tiba pertama kali dalam kondisi yang menyedihkan. Kemudian melanjutkan ke tahap berikutnya untuk proses reintroduksi,” kata Ian, sebagaimana dikutip dari Analisa, Kamis (15/11/2018).

Supervisor Pusat Rehabilitasi dan Reintroduksi Orangutan Yayasan Ekosistem Lestari (YEL-SOCP), Drh Citrakasih menjelaskan, sebelum memulai kegiatan reintroduksi di Jantho, tidak ada populasi orangutan liar di sana. Dengan melepaskan orangutan seperti Leo dan kawan-kawannya, akan mendorong terciptanya populasi liar yang benar-benar baru dan mandiri dari spesies sangat terancam punah ini.

Manajer Stasiun Reintroduksi Orangutan SOCP di Jantho, Mukhlisin menambahkan, pihaknya sangat senang mengetahui orangutan yang sering dijadikan sebagai satwa peliharaan ilegal, yang tak jarang dalam kondisi memprihatinkan, dapat pulih dari traumanya, dan belajar menjadi orangutan liar lagi.

Pelepasliaran Empat Orangutan
Empat Orangutan Sumatera bernama Leo, Ully, Cut Luwes dan Aruna dikirim YEL melalui Program Konservasi Orangutan Sumatra (SOCP) ke Pusat Reintroduksi Orangutan di Jantho, Kabupaten Aceh Besar, Aceh. Setiba di Jantho, Leo, Ully, Cut Luwes, dan Aruna akan terlebih dahulu menjalani fase adaptasi untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan baru dan pengasuh baru mereka, serta jenis-jenis makanan baru yang akan mereka temukan setelah lepas di dalam hutan.

Setelah nanti dilepasliarkan sepenuhnya, mereka akan tetap dimonitor secara ketat pasca pelepasliaran oleh tim pemantau SOCP. Apabila semuanya berjalan dengan baik, dan mereka dapat menyesuaikan diri dengan kehidupan di alam liar, dalam beberapa tahun kedepan mereka akan menghasilkan bayi mereka sendiri, dan akan menjadi bagian dari ‘pendiri’ populasi baru orangutan di Hutan Jantho.

Kepala Balai Konservasi dan Sumber Daya Alam (BKSDA) Aceh, Sapto Aji Prabowo menyebut, hingga saat ini kegiatan reintroduksi dan menciptakan populasi baru orangutan yang mandiri di Jantho sangat berhasil. Akan tetapi pihaknya masih perlu menangani akar masalah di lapangan, dengan fakta bahwa orangutan seperti Leo, Aruna, Cut Luwes, Ully, dan banyak orangutan lain masih ditangkap dan dipelihara secara ilegal sebagai hewan peliharaan.

 

 

read more
1 2 3 4 7
Page 2 of 7